Page 63 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 OKTOBER 2020
P. 63

Pihak DPR, terutama Badan Legislasi (Baleg), telah gagal berkomunikasi dengan konstituennya.
              Bahkan,  para  menteri  yang  terkait  dengan  penyusunan  UU  Cipta  Kerja  kurang  menerapkan
              kaidah komunikasi yang lugas.

              Gaya komunikasi pemerintah dan DPR sering klise dan acap kali mengemukakan aspek yang
              manis-manis  saja.  Terkait  dengan  penyusunan  UU  Cipta  Kerja,  pasal-pasal  yang  pahit-pahit
              untuk rakyat tidak dikemukakan bahkan ditutup-tutupi dengan argumentasi yang ma-nis-manis.
              Misalnya,  pasal  terkait pesangon  jika  pekerja  terkena  PHK.  Dalam    hal  ini,  selalu  digembar-
              gemborkan tentang jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Padahal, dengan skema itu, tetap saja
              jumlah pesangon yang diperoleh pekerja lebih rendah dibanding dengan ketentuan UU Nomor
              13 Tahun 2003.

              Di dalam  UU Cipta kerja yang disahkan Senin (5/10/-2020) lalu, salah satu pasal yang dianggap
              bermasalah dan paling mendapat sorotan adalah pesangon.

              Pemerintah  dan  DPR  sepakat  untuk  mengubah  besaran  nilai  maksimal  pesangon  yang
              didapatkan pekerja menjadi 25 kali upah. Terdiri atas 19 kali upah bulanan buruh dan 6 kali JKP.

              Padahal,  dalam    UU  Ketenagakerjaan  Nomor  13  Tahun  2003,  nilai  pesangon  yang  bisa
              didapatkan buruh mencapai 32 kali upah. Di dalam  UU tersebut dijelaskan, untuk masa kerja 8
              tahun atau lebih, besaran pesangon yang didapatkan sebesar 9 bulan upah.
              Selain itu, untuk pekerja dengan masa kerja 24 tahun lebih, mendapatkan uang penghargaan
              masa  kerja  sebesar  10  bulan  upah.  Ditambah  lagi,  terdapat  klausul  yang  menjelaskan,  bila
              pekerja di-PHK karena efisiensi, berhak atas uang pesangon dengan nilai dua kali lipat dari yang
              sudah ditentukan. Sementara itu, di UU Cipta Kerja, pasal mengenai tambahan pesangon yang
              didapatkan pekerja bila perusahaan melakukan efisiensi, dihapus.

              Sambung rasa

              Mestinya, dalam Kondisi bangsa yang sulit sekarang ini, pemerintah dan DPR lebih baik memakai
              gaya komunikasi temulawak, meskipun pahit tetapi bisa menyehatkan tubuh bangsa. Kredo gaya
              komunikasi yang efektif adalah yang kuat mengonsumsi fakta meskipun penuh kepahitan.

              Pepatah Inggris mengatakan, facts are stronger than words. Kurang lebih bermakna, fakta lebih
              kuat daripada kata. Ironisnya, banyak elite politik saat ini justru menyembunyikan fakta-fak-ta,
              lalu memutarbalikkan hingga menjadi cermin pencitraan bagi dirinya.

              Fakta memang ada yang manis seperti madu, tetapi juga banyak yang pahit seperti temulawak.
              Fakta temulawak itulah yang justru dapat menyehatkan tubuh Indonesia yang sedang menderita
              komplikasi penyakit

              Dalam  Kontekstual  jamu  temulawak  pahit  seharusnya  kepemimpinan  nasional  mampu
              mengomunikasikan  kepada  rakyat  luas  dan  berani  vivere  pericoloso.  Supaya  rakyat  tahan
              banting dan tetap memiliki daya juang dan energi kolektif dalam  menghadapi tantangan dan
              masalah yang menghadang.

              Dialektika sejarah perjuangan bangsa ini telah mencatat, kepemimpinan para founding father di
              dalam  memerankan sejarahnya ibaratnya sebagai penjual jamu temulawak pahit Tengoklah,
              betapa Bung Karno selalu menggembleng rakyat dengan jamu temulawak superpahit. Pidato-
              pidato Bung Karno acap kali berupa rangkaian fakta pahit yang harus diperjuangkan. Bung Karno
              dalam  pidatonya selalu menekankan kata-kata pahit, serta mengulang-ulang terus di tengah
              perikehidupan rakyat.

              Simak saja teks pidato Bung Karno yang berjudul "Tavip". Dalam  pidato yang panjang itu, Bung
              Karno telah mengulang-ulang kata-kata pahit sebagai penawar racun kebangsaan.

                                                           62
   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68