Page 69 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 OKTOBER 2020
P. 69

Undang-Undang Cipta Kerja perlu dioptimalkan dalam  tataran implementasinya agar mampu
              mendorong  daya  saing  Indonesia  di  mata  investor.  Selain  itu,  monitoring  juga  penting  agar
              penyederhanaan  regulasi  bukan  hanya  terjadi  secara  de  jure  (hukum),  tetapi  juga  de  facto
              (pengakuan) dari investor.

              Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, Talisa Aulia Valianty, yang diminta pendapatnya
              soal omnibus law Cipta Kerja dan dampaknya terhadap daya saing mengatakan untuk melihat
              korelasinya harus melihat pengalaman empiris Indonesia yang mengacu pada Ease of Doing
              Business (EODB) dari Bank Dunia dan Global Competitiveness Index (GCI) dari World Economic
              Forum (WEF).

              Dari pengalaman pada 2013 dalam  GCI peringkat yang jauh membaik adalah infrastruktur dan
              pasar  tenaga  kerja  yang  membaik  17  peringkat,  juga  pasar  produk yang  naik  13  peringkat.
              Sedangkan untuk EODB yang mengalami peningkatan peringkat secara drastis pada 2018 adalah
              ResolvingEfficiency yang membaik 38 peringkat dan Enforcing Contract sebanyak 27 peringkat.

              Meskipun  demikian,  beberapa  PR  besar  di  dalam    EODB  2019  yang  masih  perlu  diperbaiki
              Indonesia karena peringkatnya masih di atas 100 adalah Starting Business (140), TradingAcross
              Border  (116),  Dealing  with  Construction  Permit  (110),  dan  Registration  Property{  106).
              Sedangkan yang perlu diperbaiki dalam  GCI tahun 2019 adalah Health (96), Labor Market (85),
              dan Innovation Capability (74).

              Berdasarkan model regresi sederhana antara GCI dengan PDB dan tenaga kerja sebagai variabel
              independen,  maka  diperoleh  koefisien  regresi  untuk  GCI  sebesar  -0.13.  Artinya,
              kenaikan/perbaikan ranking sebesar 1 peringkat dalam  GCI atau ranking menjadi lebih kecil
              akan menaikkan PDB sebesar 0,13 persen ceteris paribus.

              "Jika Omnibus Law secara skenario moderat dapat didekati dengan historis perbaikan median
              dalam  GCI maka dengan median perbaikan peringkat sebesar 5 maka akan diperoleh kenaikan
              PDB sebesar 0,65 persen poin dari baseline. Jika digunakan skenario optimis bahwa perbaikan
              peringkat GCI adalah 12 peringkat maka maksimal akan dapat kenaikan 1,56 persen poin dari
              baseline" kata Talisa.

              Jika baseline pertumbuhan 5 persen maka maksimal dapat diperoleh pertumbuhan sebesar 6,56
              persen. Angka tersebut diharapkan dapat mengeluarkan Indonesia dari middle incorne trap.

              "Pertanyaan apakah Omnibus Law mampu menaikkan peringkat GCI kita hingga 12 peringkat
              dengan kondisi global yang saat ini penuh ketidakpastian. Sebab, simulasi yang dilakukan belum
              memperhitungkan dampak wabah Covid-19," katanya.

              Lebih Realistis

              Dihubungi terpisah, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya Malang, Andy Fefta Wijaya,
              mengatakan pemerintah harus lebih realistis akan harapan ekonomi lebih lekas pulih meskipun
              vaksin ditemukan.

              "Kalau baru awal 2021  vaksin didistribusikan, tentu sulit diharapkan tahun itu juga recovery
              tercapai.  Paling  cepat  baru  2022  dampaknya  bisa  dirasakan  karena  distribusi  vaksin  untuk
              populasi yang besar dan tersebar seperti di Indonesia tentu perlu waktu," kata Andy. ers/SB/E-
              9









                                                           68
   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74