Page 111 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 AGUSTUS 2020
P. 111

HARI ANTI PERBUDAKAN DAN PERDAGANGAN MANUSIA, TITIK BALIK
              PERLINDUNGAN PMI
              JAKARTA  -   Pekerja  Migran  Indonesia  (PMI)  meminta  perlindungan  yang  komprehensif  dari
              negara.  Momentum  Hari  Anti  Perbudakan  dan  Perdagangan  Manusia,  23  Agustus,  diharap
              menjadi  titik  balik  perlindungan  bagi  PMI.  Koordinator  GANAS  (Gabungan  Tenaga  Kerja
              Bersolidaritas), Fajar, mengungkap persoalan hulu-hilir yang dihadapi PMI selama ini.Untuk ke
              Taiwan misalnya, proses penempatan banyak berlangsung  B to B  , yang tak jarang membuat
              PMI  harus  membayar  hingga  di  atas  Rp65  juta  rupiah.  Belum  lagi  beban  utang  yang  harus
              ditanggung PMI lantaran kamuflase pesangon. Padahal, kata Fajar, merujuk kepada Undang-
              Undang (UU) PMI 18/2017, biaya penempatan PMI ditanggung oleh pihak  user  (  zero cost  ).
              Atau jika merujuk pada Kep. Dirjen 152/2009 tentang  cost structure  , biayanya hanya sebesar
              Rp10.675.400.

              Setelah  tiba  dan  bekerja  di  negera  penempatan,  persoalan  juga  masih  berlanjut.  Ihwal
              kesesuaian kontrak kerja, upah, jam kerja, resiko kekerasan, pelecehan seksual, hingga PHK
              (pemutusan hubungan kerja) sepihak juga mengancam PMI lantaran skema  B to B  itu.Belum
              lagi, menurut Fajar, sejauh ini PMI tak punya kebebasan dalam memilih asuransi. Kepesertaan
              di  BPJSTKI  (Badan  Penyelenggara  Jaminan  Sosial  Tenaga  Kerja  Indonesia)  yang  selama  ini
              menjadi program pemerintah, dinilai Fajar, tak cukup melindungi. "BPJSTKI tidak dapat menutupi
              biaya rumah sakit di negara penempatan jika PMI mengalami sakit atau kecelakaan kerja di
              negara penempatan. BPJSTKI juga tidak meng-  cover  korban PHK PMI yang saat ini marak
              terjadi akibat dari pandemi Covid-19 dan tidak meng-  cover  PMI yang sakit bukan disebabkan
              karena kecelakaan kerja," ungkap Fajar yang lama berkerja di Taiwan.

              Penuturan Fajar itu disampaikan dalam sebuah webinar bersama Koalisi Lawan Corona (KLC),
              PERADI,  Bana  Co  Lawfirm,  IDe,  Radio  Bravos,  BP2MI  (Badan  Perlindungan  Pekerja  Migran
              Indonesia),  dan  Legislator  Dewan  Perwakilan  Rakyat  (DPR)  RI,  pada  19  Agustus  2020,
              lalu.Senada dengan Fajar, koordinator KOTKIHO (Koalisi Tenaga Kerja Indonesia Hongkong),
              Nuhalimah,  mengungkapkan,  harapan  besar  kini  ada  di  pundak  BP2MI  untuk  memberi
              perlindungan yang memadai, dimulai dari tahap pembekalan."Bukan hanya pembekalan bahasa
              dan cara kerja, tetapi bekal pengetahuan hukum tentang sistem hukum di negara yang dituju,
              termasuk  adat  (budaya)  negara  yang  akan  menjadi  tujuan  pekerja  migran,"  kata
              Nuhalimah.Nurhalimah yang lama bekerja di Hongkong ini mengemukakan, persoalan-persoalan
              yang dihadapi PMI Hongkong tak jauh beda dengan di Taiwan.Di persoalan hilir, Nurhalimah
              berharap,  pemerintah-mungkin  melalui  BP2MI,  bisa  menyiapkan  pendidikan  pemberdayaan
              pasca kepulangan PMI ke tanah air."Sehingga nanti ketika selesai, purna PMI , kami tidak harus
              kebingungan  mau  usaha  apa?  Dan  kemudian  memutuskan  untuk  kembali  menjadi  PMI
              bagaimana?"  kata  Nurhalimah.Terkait  hal  tersebut,  Jurubicara  KLC,  Nukila  Evanty
              mengemukakan, tanggal 23 Agustus yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Internasional
              Anti  Perbudakan,  seharusnya  bisa  menjadi  momentum  pemerintah  untuk  menjamin  PMI
              terbebas dari perbudakan modern (  modern slavery  )."Perbudakan modern (  modern slavery
              ) akan terjadi pada sistem ekonomi yang modern seperti saat ini, dimana uang dan modal besar
              bisa bergerak  cross border  melewati batas negara lebih cepat daripada pergerakan manusia itu
              sendiri," kata Nukila dalam siaran pers, Minggu (23/8/2020).Kesaksian Nurhalimah dan Fajar,
              menurut Nukila, menegaskan perlunya pendampingan hukum bagi PMI yang tentu bukan hanya
              di Taiwan dan Hongkong."BP2MI bisa mengakselerasi paralegal yang telah dilatih selama ini,
              membuat mekanisme hukum yang cepat dan mudah," kata Nukila.Untuk diketahui, BP2MI di
              bawah  kepemimpinan  Benny  Ramdhani  saat  ini,  telah  membentuk  Satgas.  Satgas  ini  telah
              bekerja dan mendapat temuan.Tapi, menurut Nukila, sejauh mana peran Satgas, dan BP2MI
              secara kelembagaan, dalam melindungi setumpuk persoalan PMI perlu dilihat kembali, "dan saya
              meyakini, BP2MI harus dikuatkan,"."Jika presiden meminta seluruh bangsa bergerak bersama
              melakukan lompatan dan pembenahan, maka di sektor PMI, inilah momentumnya," pungkas
              Nukila.***.
                                                           110
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116