Page 276 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 DESEMBER 2020
P. 276

BURUH GUGAT 69 PASAL KLASTER KETENAGAKERJAAN UU CIPTA KERJA

              Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI ) mengatakan para buruh menggugat 69 pasal
              dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan.

              Presiden  KSPI  Said  Iqbal  menjelaskan  sebanyak  69  pasal  tersebut  terangkum  dalam  12  isu.
              Gugatan judicial review atau uji materiil tersebut telah disampaikan pada Mahkamah Konstitusi.

              "Kluster yang kami gugat di uji materiil adalah kluster ketenagakerjaan, dari kluster itu ada 69
              pasal yang kami gugat. dari 69 pasal itu kami rumuskan diringkas lagi menjadi 12 isu," ujarnya
              dalam  konferensi  pers  mengenai  Aksi  Pengawalan  Sidang  Judicial  Review  UU  Cipta  Kerja  di
              Mahkamah Konstitusi, Selasa (15/12).

              Said  menjelaskan  sejumlah  isu  yang  digugat  dalam  judicial  review  tersebut  meliputi  upah
              minimum.  KSPI  meminta  agar  upah  minimum  kabupaten/kota  (UMK)  tidak  perlu  bersyarat,
              sebagaimana yang tertera dalam UU Cipta Kerja.

              "Upah minimum kabupaten/kota bersifat opsional, jadi bisa diadakan bisa juga ditiadakan oleh
              gubernur, dengan bahasa di UU Cipta Kerja gubernur dapat menentukan UMK. Sedangkan UU
              Ketenagakerjaan yang lama, kata dapat tersebut tidak ada," paparnya.

              Mereka juga meminta agar kenaikan upah minimum tidak diperhitungkan secara opsional antara
              inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Namun, KSPI meminta agar perhitungannya menggunakan
              inflasi  dan  pertumbuhan  ekonomi  seperti  pada  UU  Nomor  13  Tahun  2003  tentang
              Ketenagakerjaan.  Pemerintah  juga  diminta  tetap  mempertimbangkan  komponen  Kebutuhan
              Hidup Layak (KHL) seperti yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

              "Kalau  hanya  upah  minimum  naik  hanya  berdasarkan  inflasi  itu  bukan  naik,  tapi  hanya
              menyesuaikan harga barang tidak akan dicapai kehidupan yang layak," jelasnya.
              Selanjutnya, mereka juga meminta agar karyawan kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
              (PKWT) harus miliki batas waktu. Pasalnya, dalam UU Cipta Kerja tidak diatur periode batasan
              kontrak tersebut.

              KSPI juga meminta cakupan pekerja outsourcing dibatasi seperti dalam UU Ketenagakerjaan.
              Alasannya,  dalam  UU  Cipta  Kerja tidak  ada  pembatasan  jenis pekerjaan  yang diperbolehkan
              menggunakan karyawan outsourcing.

              Dengan aturan itu, ia khawatir, semua pekerjaan termasuk kegiatan pokok dan penunjang akan
              menggunakan karyawan outsourcing.

              "Akibatnya, dalam satu perusahaan bisa saja 95 persen menggunakan karyawan outsourcing,"
              tuturnya.

              Perihal pesangon, mereka meminta pengairan bahasa dalam UU Cipta Kerja di kembalikan pada
              UU  Ketenagakerjaan,  yaitu  menggunakan  frasa  sekurang-kurangnya,  bukan  frasa  sesuai
              ketentuan.

              Ia mengatakan frasa sesuai ketentuan dalam aturan pesangon di UU Cipta Kerja tersebut berarti
              mengurangi jumlah pesangon yang diterima buruh korban PHK. Padahal, uang pesangon adalah
              daya tahan buruh agar tidak jatuh miskin setelah PHK.
              "Kenapa kami persoalkan, sebab faktanya hari ini puluhan juta orang kena PHK, jadi pesangon
              itu daya tahan buruh atau pekerja sehingga ketika kehilangan pendapatan negara melindungi
              agar tidak absolut miskin," ucapnya.



                                                           275
   271   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281