Page 121 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 JULI 2021
P. 121
Situasi ini diingatkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu
Bintang Darmawati saat berbicara pada webinar Pencegahan Pekerja Anak "Peran Pentahelbc
dalam Penanggulangan Pekerja Anak di Indonesia", Rabu (23/6/2021). Webinar ini untuk
memperingati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak yang jatuh setiap 12 Juni.
"Krisis ekonomi, berkurangnya pekerja dewasa pada sektor-sektor tertentu karena angka
kematian yang tinggi, serta ketimpangan sosial dalam akses teknologi informasi untuk
pembelajaran jarak jauh dapat meningkatkan risiko lahirnya banyak pekerja anak baru di tengah
pandemi," ujar Bintang Darmawati.
Menghadapi kondisi ini, orangtua diingatkan untuk bersiap menghadapi berbagai kemungkinan
terburuk. Pandemi yang memasuki tahun kedua semakin meningkatkan risiko bertambahnya
pekerja anak.
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kurun waktu 2019
dan 2020 menunjukkan persentase pekerja anak di Indonesia meningkat. Peningkatan pekerja
anak justru terjadi pada kelompok umur 10-12 tahun dan 13-14 tahun.
Dari data tersebut, anak-anak di pedesaan (4,12 persen) sangat rentan menjadi pekerja anak
dibandingkan anak di perkotaan (2,53 persen). Anak perempuan (3,34 persen) paling banyak
menjadi pekerja dibandingkan anak laki-laki (3,16 persen).
Bahkan, data Sakernas, Agustus 2020, memperlihatkan mayoritas atau sebanyak 73,72 persen
pekerja anak yang berusia 15-17 tahun tidak lagi bersekolah. Artinya, pendidikan anak yang
menjadi pekerja berhenti di sekolah menengah pertama.
Angka-angka tersebut menunjukkan betapa isu pekerja dalam dua tahun terakhir merupakan isu
yang sangat serius sebab akan mengancam terpenuhinya hak-hak anak. Menteri Bintang pun
mengakui, angka pekerja anak semakin mengkhawatirkan setelah datangnya pandemi Covid-19.
Ekonomi keluarga
Dari sisi ketenagakerjaan, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengakui bahwa isu pekerja
anak merupakan masalah yang kompleks terkait ketenagakerjaan, ekonomi, pendidikan,
kesehatan, sosial budaya, dan lainnya. Untuk mengatasinya dibutuhkan sinergi pentahelbc
"Kondisi ekonomi keluarga yang kurang beruntung sering menjadi alasan anak-anak terpaksa
bekerja, baik untuk memenuhi kebutuhan sekolah si anak maupun kebutuhan keluarga, bahkan
anak menjadi tulang punggung keluarga," ujar Ida.
Untuk mencegah bertambahnya jumlah pekerja anak, sejauh ini Kementerian Ketenagakerjaan
melakukan berbagai upaya Selain sosialisasi kepada dunia usaha dan masyarakat tentang
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, penghapusan pekerja anak dilakukan melalui
Program Zona/Kawasan Bebas Pekerja Anak, dan Kampanye Menentang Pekerja Anak.
Tak hanya pemerintah, organisasi dan lembaga masyarakat pun memberi perhatian terhadap isu
pekerja anak. Seperti JARAK dan Save the Children Indonesia yang memberi perhatian pada
sektor pertanian kakao. Ini melalui program Sistem Pemantauan dan Remediasi atau Child
Labour Monitoring and Remediation System (CLMRS) di 83 desa di Sulawesi Selatan, Lampung,
dan Sumatera Barat. JARAK mengembangkan sistem pemantauan untuk pekerja anak di sektor
pemulung di 12 kota di Provinsi Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Tak hanya itu, juga pelatihan serta sosialisasi bahwa anak-anak punya hak yang harus dipenuhi.
Sebab, mereka rentan cedera, tereksploitasi, dan mengalami risiko lain. (SONYA HELLEN
SINOMBOR)
120