Page 244 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 NOVEMBER 2020
P. 244
Menurut catatan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong, saat ini jumlah WNI
mencapai lebih dari 170 ribu, dimana 160 ribu orang merupakan PMI. Salah satu keuntungan
tersebut yaitu kelonggaran penggunaan media komunikasi smart phone dan waktu libur setiap
akhir pekan.
STUDI UMJ: OPTIMALISASI JARINGAN KOMUNIKASI PENTING DALAM
PEMBERDAYAAN EKONOMI 160 RIBU PMI DI HONG KONG
Hong Kong merupakan salah satu negara tujuan favorit bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di
berbagai daerah. Selain iming gaji yang lebih besar, faktor Pemerintah Hong Kong yang
cenderung lebih dapat menghargai Hak Asasi Manusia menjadi keuntungan yang dirasakan
Pekerja Migran.
Menurut catatan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong, saat ini jumlah WNI
mencapai lebih dari 170 ribu, dimana 160 ribu orang merupakan PMI. Salah satu keuntungan
tersebut yaitu kelonggaran penggunaan media komunikasi smart phone dan waktu libur setiap
akhir pekan.
Selain berkomunikasi dengan keluarga, PMI Hong Kong juga sangat aktif menggunakan gawai
untuk berbagai tujuan selama bekerja di sana. Sehingga membentuk jaringan komunikasi yang
beragam. Sayangnya, situasi tersebut belum optimal dikembangkan dalam mengembangkan
potensi PMI Hong Kong.
Hal itu terungkap dalam hasil penelitian yang dipaparkan tim peneliti FISIP Universitas
Muhammadiyah Jakarta yang disampaikan Ahad (22/11). Penelitian mengambil tema Komunikasi
Berbasis Online Pekerja Migran Indonesia (PMI) Hongkong dengan Keluarga, dalam Pengelolaan
Finansial dilakukan sejak 2018.
Tim peneliti terdiri dari Nani Nurani Muksin, Amin Shabana, dan moderator Mohammad Amin
Tohari. Penelitian ini didanai Kemenristek/BRIN dengan lokus di Hongkong, Malaysia, Lombok
dan Mataram.
Pada paparan yang disampaikan disebutkan, literasi keuangan sangat penting bagi PMI Hong
Kong. Mereka diharapkan bisa memperbaiki taraf ekonomi keluarganya agar lebih sejahtera.
Karena itu selama merantau penghasilan yang diperoleh harus dikelola dengan baik. Penghasilan
yang dikirim ke tanah Air hendaknya dikelola dengan baik untuk pendidikan anak, membeli
sawah, rumah atau usaha produktif.
"Pengetahuan pengelolaan keuangan ini sangat penting, sehingga mereka tidak perlu bolak-balik
sampai belasan tahun mengadu nasib ke luar negeri dengan menjadi PMI," kata Nani.
Lebih jauh Nani mengungkapkan, tidak sedikit PMI yang penghasilannya habis untuk kebutuhan
keluarganya di kampung halaman atau sekedar memenuhi gaya hidup di perantauan.
Penghasilan yang diperoleh tidak disisihkan untuk ditabung. Uang tabungan hanya dana sisa dari
penghasilan setelah kebutuhan yang dinilai penting telah terpenuhi. Sehingga saat pulang ke
Tanah Air, mereka tidak memiliki tabungan yang cukup atau usaha mandiri untuk melanjutkan
hidup.
Masalah literasi keuangan ini, menurut Amin, dapat teratasi jika PMI mengoptimalkan ponsel dan
akses internet yang dimiliki. Potensi ini sangat mungkin melihat biaya komunikasi yang
dikeluarkan PMI Hong Kong untuk berkomunikasi mencapai anggaran Rp 1 juta hingga Rp 1,5
juta perbulan. Penggunaan ponsel pintar oleh PMI dilakukan untuk berkomunikasi dengan
berbagai pihak dengan karakteristik pesan yang berbeda-beda.
243