Page 109 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 FEBRUARI 2021
P. 109
pekerja yang upahnya sudah pas-pasan atau di bawah upah minimum. Pemerintah diingatkan
untuk tidak lepas tanggung jawab melindungi buruh lewat pengawasan yang kuat serta bantalan
sosial yang seimbang. Wakil Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Jumisih,
Jumat (19/2/2021), menilai, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Per-menaker) Nomor 2 Tahun
2021 tentang Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Covid-
19 sulit berpihak kepada buruh karena posisi tawarnya lemah.
LINDUNGI HAK-HAK PEKERJA
Pemerintah diminta melindungi pekerja melalui pengawasan dan bantalan sosial yang kuat
terkait pelonggaran upah di industri padat karya. Program subsidi upah diharapkan berlanjut.
Ketentuan tentang pelonggaran upah pekerja sektor padat karya diharapkan tidak menyasar
pekerja yang upahnya sudah pas-pasan atau di bawah upah minimum. Pemerintah diingatkan
untuk tidak lepas tanggung jawab melindungi buruh lewat pengawasan yang kuat serta bantalan
sosial yang seimbang.
Wakil Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Jumisih, Jumat (19/2/2021),
menilai, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Per-menaker) Nomor 2 Tahun 2021 tentang
Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu dalam Masa Covid-19 sulit
berpihak kepada buruh karena posisi tawarnya lemah.
Alih-alih melindungi buruh, Permenaker No 2/2021 itu justru dikhawatirkan menjustifikasi
penetapan upah sesuai kepentingan pengusaha. Perundingan atau kesepakatan bipartit antara
pengusaha dan buruh tidak akan seimbang. Apalagi, banyak buruh Indonesia belum berserikat
sehingga kesetaraan dalam perundingan sulit dicapai.
"Permenaker ini seolah-olah demokratis karena memberi ruang berunding, tetapi faktanya posisi
pengusaha dan buruh tidak setara. Kuasa pengusaha lebih besar daripada buruh dan tidak perlu
teori tinggi-tinggi untuk mengetahui adanya ketimpangan dalam perundingan," kata Jumisih saat
dihubungi di Jakarta.
Regulasi itu mengatur, perusahaan padat karya tertentu yang terdampak pandemi dapat
menyesuaikan upah pekerja. Perusahaan yang dimaksud harus mempekerjakan minimal 200
orang dan persentase biaya tenaga kerja dalam ongkos produksi paling sedikit 15 persen.
Sektor padat karya yang dimaksud adalah industri makanan, minuman, dan tembakau; industri
tekstil dan pakaian jadi; industri kulit dan barang kulit; industri alas kaki; industri mainan anak;
dan industri furnitur. Penyesuaian upah harus disepakati oleh pengusaha dan buruh (Kompas,
19/2/2021).
Menurut Jumisih, jika penyesuaian upah harus dilakukan karena kondisi keuangan perusahaan
memang terpuruk, pemberlakuannya harus selektif. Artinya, hanya menyasar pihak-pihak yang
upahnya lebih tinggi. "Jika mau membuat kesepakatan, standarnya seharusnya jangan menyasar
pekerja yang upahnya adalah (sama atau lebih rendah dari) upah minimum," ujarnya.
Ia menyoroti Pasal 88A Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang
menyatakan, upah pekerja tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan. Jika kesepakatan upah lebih rendah dari ketentuan,
sesuai UU Cipta Kerja, kesepakatan itu dinilai batal demi hukum.
Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2019 (Sakemas 2019) menunjukkan, mayoritas pekerja
masih menerima upah di bawah standar upah minimum. Di DKI Jakarta, ada 51 persen pekerja
108