Page 110 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 FEBRUARI 2021
P. 110

yang menerima upah di bawah upah minimum provinsi. Di Surabaya dan sekitarnya, porsinya
              bahkan mencapai sekitar 60 persen.
              Subsidi upah

              Di  tengah  pandemi,  pengurangan  upah  semakin  marak.  Survei  Badan  Pusat  Statistik  (BPS)
              terhadap pelaku usaha menunjukkan, 14 dari tiap 100 perusahaan, yang beroperasi dengan
              sistem bekerja dari rumah, merumahkan tenaga kerjanya tanpa bayaran. Pengurangan jam kerja
              dan pemangkasan upah adalah langkah lain yang relatif banyak diambil perusahaan.

              Jumisih  mengatakan,  pengusaha  sudah  mendapat  sejumlah  kemudahan,  seperti  keringanan
              pajak, kredit, relaksasi iuran jaminan sosial ketenagakerjaan, dan kebijakan pemerintah untuk
              tidak  menaikkan  upah  minimum  2021.  Pemerintah  seharusnya  mencari  solusi  untuk
              menyelamatkan dunia usaha sekaligus buruh.

              Kondisi buruh dinilai semakin miris karena pemerintah memutuskan tidak melanjutkan program
              bantuan subsidi upah pekerja untuk tahun 2021. Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh
              Indonesia  Timboel  Siregar  mengatakan,  dengan  permenaker  itu,  pemerintah  seharusnya
              membuat mitigasi dengan memberlakukan subsidi upah lagi.

              "Pekerja  yang  mengalami  pemotongan  upah  diberi  bantuan  supaya  daya  beli  pekerja  dan
              keluarganya  tetap  terjaga.  Hal  lain  yang  harus  dipastikan  adalah  menjamin  pekerja  yang
              dipotong upahnya tetap menjadi peserta jaminan sosial," ujar Timboel.

              Fleksibilitas

              Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani menilai, permenaker itu pada
              dasarnya  memberikan  fleksibilitas.  Menurut  dia,  tidak  masalah  jika  penyesuaian  upah
              bertentangan dengan UU Cipta Kerja yang melarang upah di bawah upah minimum.
              "Yang  paling  mengerti  kondisi  perusahaan  itu  adalah  si  pengusaha  dan  pekerjanya  sendiri.
              Peraturan ini justru memberi fleksibilitas bagi kedua pihak karena bisa mengatur ulang upah
              sesuai kesepakatan. Kalau tidak sepakat, ya, tentu tidak bisa," katanya.

              Menurut  Hariyadi,  hampir  semua  perusahaan  di  sektor  padat  karya  terdampak  pandemi.
              Perusahaan  sudah  mulai  mengurangi  upah  buruh  sejak  tahun  lalu  dengan  mekanisme
              perundingan bipartit. Permenaker memberi penegasan dan dasar hukum untuk itu.

              "Kalau tidak ada regulasi, repot juga. Kondisi cash flow sudah minus. Saya tidak dengar ada
              padat karya yang masih bertahan, semuanya kerepotan sekarang ini," ujar Hariyadi.

              Sebelumnya,  Sekretaris  Jenderal  Kementerian  Ketenagakerjaan  Anwar  Sanusi  mengatakan,
              kehadiran permenaker justru menegaskan, meski perusahaan terdampak pandemi, kewajiban
              membayar upah dan hak lain ke pekerja harus dilaksanakan. Penyesuaian besaran upah juga
              tidak boleh dilakukan semena-mena, tetapi berdasarkan kesepakatan dengan pekerja.

              "Kalau  perusahaan  mau  menyesuaikan  besaran  upah,  harus  berdasarkan  kesepakatan,  tidak
              boleh sepihak dan pelaksanaannya pun sesuai dengan kesepakatan itu," tuturnya.

              Dalam Pasal 7 Permenaker No 2/2021 disebutkan, kesepakatan antara pengusaha dan buruh
              harus dibuat secara tertulis dan paling sedikit memuat keterangan tentang besaran upah yang
              disepakati, cara pembayaran upah, serta jangka waktu berlakunya kesepakatan paling lama 31
              Desember 2021. Hasil kesepakatan itu wajib disampaikan kepada pekerja. (AGE)




                                                           109
   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115