Page 186 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 JUNI 2021
P. 186
Meningkatnya migrasi tenaga kerja mencerminkan terbatasnya kesempatan kerja domestik.
Pada sisi lain, migrasi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan, baik bagi pekerja
migran maupun perekonomian Indonesia.
Menurut laporan Bank Dunia Indonesia, Pekerja Migran Indonesia dapat memperoleh
penghasilan sampai enam kali upah mereka di dalam negeri. Bagi 70 persen pekerja migran
bekerja di luar negeri merupakan pengalaman positif yang membantu mereka meningkatkan
kesejahteraannya.
Migrasi juga memberikan peluang kepada pekerja migran untuk memperoleh ketrampilan dan
pengalaman kerja. Bagi hampir 80 persen pekerja migran wanita, migrasi merupakan pintu
masuk ke pasar tenaga kerja berbayar.
Migrasi juga berdampak bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2016, pekerja migran
mengirim remitansi senilai lebih dari Rp. 118 triliun (US$ 8,9 miliar), atau setara dengan 1 persen
total PDB Indonesia.
Permasalahan terkait migrasi memang rumit. Pengetahuan empiris mengenai migrasi juga masih
terbatas. Indonesia semestinya masih dapat melakukan banyak hal untuk memfasilitasi migrasi
yang efisien. Praktik migrasi harus dipastikan aman dan efektif.
Untuk itu Pemerintah Indonesia dibawah pimpinan Kementerian Ketenagakerjaan telah
melakukan reformasi kebijakan. Hal tersebut dilakukan untuk memfasilitasi migrasi dengan lebih
baik, guna meraih potensinya dan membuatnya menjadi lebih aman.
Strategi Reformasi Pekerja Migran Jangka Panjang yang disusun setidaknya memiliki lima
prioritas. Pertama, menciptakan pasar kerja profesional bagi pekerja migran internasional.
Kedua, merampingkan dokumentasi dan proses pra-keberangkatan. Ketiga, meningkatkan
standar perlindungan pekerja selama berada di luar negeri. Keempat, mempertahankan manfaat
dari pengalaman bermigrasi dan remitansi. Kelima, meninjau kembali pengaturan kelembagaan
dan menerapkan monitoring dan evaluasi yang lebih baik.
Profil pekerja migran Indonesia Jika kita melihat prosentase jenis pekerjaan utama pekerja
migran Indonesia, masih didominasi oleh PRT/Pengasuh Anak (32%), Pekerja Pertanian (19%),
Konstruksi (18%), Pekerja Pabrik (8%), Perawat Lansia (6%), Pekerja Toko/Restoran/Hotel
(4%), Supir (2%), Pekerja Kapal Pesiar (0,5%) dan Jabatan Lain (10,5%).
Sekalipun pemerintah terus berupaya mengalihkan penempatan pekerja migran non formal, ke
jabatan formal. Melalui Roadmap menuju zero pekerja migran sektor domestik. Namun faktanya
jenis pekerjaan utama pekerja migran masih pada sektor domestik, yang dominan pada level
pekerjaan fisik dengan keterampilan rendah. Jenis pekerjaan yang memang rawan mendapatkan
perlakuan buruk, dan menuntut perhatian lebih pada aspek perlindungannya.
Hampir dua pertiga pekerja migran berasal dari daerah yang relatif lebih miskin. Daerah dengan
tingkat kemiskinan rata-rata lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan nasional. Oleh karenanya
pekerja migran kebanyakan berpendidikan rendah. Hal inilah yang menjadi alasan mereka
bermigrasi, untuk perbaikan sosial ekonomi rumah tangganya.
Pada saat yang sama, bekerja di luar negeri dapat beresiko. Para pekerja migran menghadapi
berbagai resiko pada tiap tahap migrasi. Resiko dapat berupa penganiayaan, kekerasan fisik dan
seksual, pemerasan, hingga perlakuan buruk yang melanggar hak dasar dan standar
ketenagakerjaan.
Secara historis, pekerja migran Indonesia didominasi oleh kaum wanita. Sehingga sebagian besar
kebijakan migrasi sebelumnya, didorong untuk melindungi kelompok tertentu saja, yaitu pekerja
wanita sektor domestik. Oleh karena merekalah yang cenderung mendapat perlakuan buruk.
185