Page 7 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 JUNI 2021
P. 7

Lebih lanjut, Nabiyla juga melihat celah pada program JKP, sehingga ada kecenderungan para
              pekerja atau buruh akan kesulitan mendapatkan manfaat JKP.
              "Pertama,  JKP  hanya  meng-cover  pekerja  penerima  upah,  yang  mana berarti  hanya  pekerja
              formal yang bisa menjadi peserta JKP. Padahal, saat ini jumlah pekerja informal di indonesia
              justru lebih mendominasi."  "Kedua, syarat untuk mendapatkan JKP cukup rumit bersandar pada
              keaktifan  perusahaan  untuk  mendaftarkan  pekerja  ke  program  ini.  Dengan  kata  lain,  jika
              perusahaan  abai  (membayar  iuran)  maka  nasib  pekerja  untuk  mendapatkan  JKP  menjadi
              terhambat," lanjut Nabiyla.

              Meski demikian, Nabiyla melihat sisi baik dari program JKP. Menurutnya, niat dari program ini
              sudah baik dan bisa memberikan manfaat bagi pekerja/buruh yang di-PHK..

              "JKP adalah perwujudan dari  unemployment benefit  (manfaat bagi pengangguran) yang sudah
              banyak  dimiliki  oleh  negara-negara  maju,  dan  sudah  disarankan  oleh  ILO  --organisasi
              ketenagakerjaan internasional-- untuk dimiliki Indonesia sejak cukup lama," imbuhnya.
              Penjelasan pemerintah tentang aturan JKP yang rumit  Menanggapi pandangan para pengamat
              mengenai JKP, Direktur Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)
              Retno Pratiwi meluruskan bahwa aturan JKP sudah dibuat sefleksibel mungkin dan disesuaikan
              dengan iklim kerja di Indonesia, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh seluruh peserta.
              "JKP ini juga menjadi haknya PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Terbatas) dan PKWTT (Perjanjian
              Kerja Waktu Tidak Terbatas), sehingga pekerja dengan berbagai bentuk perjanjian (formal dan
              informal) selama mengiur 6 bulan berturut-turut bisa mendapatkan hak yang sama untuk JKP,"
              kata Retno saat dihubungi  Lokadata  , Senin (31/5/2021).

              Terlepas  dari  pekerja  yang  terkena  PHK  kurang  dari  24  bulan  selama  masa  iur,  Retno
              menjelaskan hal tersebut tidak menjadi masalah. Sebab, pembiayaan program JKP ini berasal
              dari  pemerintah  pusat  yang  mengiur  sebesar  0,22  persen  dan  rekomposisi  iuran  program
              Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,14 persen serta Jaminan Kematian (JKM) sebesar
              0,10 persen.

              "Di UU sudah dikatakan kalau kita melakukan rekomposisi sebagai sumber pendanaan itu untuk
              program yang tidak menjadi beban pekerja. Selama peserta memenuhi syarat untuk mengikuti
              JKP, (manfaat JKP) bisa berlaku PKWT dan PKWTT," lanjutnya.

              Dari segi informasi kepesertaan, pekerja/buruh yang ingin mengetahui status kepesertaan JKP,
              bisa menanyakan dengan menghubungi pihak BPJS.

              "Di  zaman  sekarang  sudah  terbuka,  kami mengintegrasikan  data  BPJS  dan  Sisnaker  (Sistem
              Informasi Ketenagakerjaan) sehingga pekerja dengan mudah mengetahui status kepesertaan
              JKP.  Jika  pemberi  kerja  tidak  mengikutsertakan  pekerja,  maka  ada sanksi  administrasi  (bagi
              pengusaha)," tegas Retno.
              Meski  pemerintah  telah  merekomposisi  sumber  pendanaan  JKP  sedemikian  rupa,  Retno
              menyadari bahwa timbulnya permasalahan aturan yang JKP yang meresahkan pekerja/buruh
              adalah kurangnya sosialisasi, baik kepada publik maupun kepada pengusaha atau perusahaan.

              Tersebab  hal  itu,  kata  Retno,  pihaknya  akan  memaksimalkan  sosialisasi  mendalam  seputar
              aturan JKP yang saat ini telah dilakukan oleh Kemnaker dan BPJS. "Dan betul kita sampaikan.
              Karena    stakeholder   kami  dari  pengusaha dan pekerja  sehingga  harus disampaikan  melalui
              dinas-dinas yang melayani. Setelah itu, nanti diatur pengelolaan perangkat, siapa yang melayani,
              dananya dan termasuk pelatihannya (sosialisasi) melalui siapa," tutup Retno.



                                                            6
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12