Page 518 - e- KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 AGUSTUS 2020
P. 518
"Program ini hampir mirip dengan subsidi upah di beberapa negara, seperti di Selandia Baru,
Eropa Barat, Singapura, dan Australia," kata dia.
Berbeda dengan KSPI, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance
Tauhid Ahmad mengatakan, pemberian insentif kepada karyawan swasta tersebut berisiko kian
meningkatkan kesenjangan masyarakat di akhir tahun.
Pasalnya, dia menilai pemerintah tidak memperhitungkan besaran pengeluaran antar-
masyarakat dengan gaji di bawah Rp 5 juta tersebut.
"Untuk penghasilan upah buruh saja Rp 2,9 juta per bulan. Jadi yang Rp 5 juta itu bukan buruh,
dan dia juga dapat. Ini timbulkan kesenjangan antara Rp 2,9 juta sampai yang Rp 5 juta," ujar
dia dalam video conference, Kamis (6/8/2020).
Lebih lanjut, dia pun mengatakan, masyarakat dengan gaji mendekati Rp 5 juta tidak masuk
kategori penduduk miskin. Sementara itu, penduduk yang masuk kategori miskin adalah mereka
yang memiliki pengeluaran di bawah Rp 2,3 juta per bulan.
Menurut dia, BLT kepada karyawan tersebut tidak akan tepat sasaran dan tidak akan efektif
dalam mendongkrak kinerja perekonomian.
Sebab, penduduk dengan penghasilan di kisaran Rp 5 juta akan cenderung menggunakan
bantuan tersebut untuk ditabung ketimbang dibelanjakan.
"Ini menurut saya jadi dasar ketika diberikan ke kelompok antara Rp 2,92 juta hingga Rp 5 juta
akan jadi masalah dan uang itu akan sia-sia dan menjadi saving saja dan ini tentu saja akan
sangat sulit untuk dorong ekonomi jauh lebih tumbuh," jelas dia.
Masalah lain yang timbul adalah proses pemilihan pekerja yang dianggap layak untuk
mendapatkan BLT tersebut.
Sebab, pemerintah menyatakan, bantuan sebesar Rp 600.000 per bulan tersebut bakal diberikan
kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan saja. Padahal, secara keseluruhan, jumlah buruh dan
pegawai di Indonesia mencapai 52,2 juta orang.
"Ada ketidakadilan kalau itu diterapkan dan kenapa hanya peserta BPJS yang dijadikan dasar,
semua merasa berhak kalau konteksnya pekerja. Itu menurut saya penting, bahkan kalau kita
lihat pekerja formal 50 jutaan pekerja," ujar dia.
(Sumber: /Ade Miranti, Akhdi Martin Pratama | Editor: Bambang P. Jatmiko, Erlangga Djumena,
Sakina Rakhma Setiawan).
516