Page 230 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JANUARI 2020
P. 230

"Tegas dan jelas ini untuk kepentingan oligarki," jelasnya.

                Arif menilai, penyusunan RUU  Omnibus Law  Cipta Lapangan Kerja seharusnya melibatkan semua
               elemen, baik investor maupun masyarakat.
                "Harus  melibatkan masyarakat,  semua  stakeholder.  Agar  demokratis  dan  menguntungkan  semua
               orang," katanya.

                Hal senada diungkapkan Koordinator Perempuan, Mahardika Mutiara Ika Pratiwi, terkait kerugian
               yang akan dialami dengan adanya RUU  Omnibus Law  Cipta Lapangan Kerja.

                Ika menganggap pasal yang ada pada RUU tersebut tidak berpihak pada perempuan.

                "Tidak  ada  satu  kata  pun  yang  menyebut  perempuan  sebagai  tenaga  kerja  yang  berkontribusi
               terhadap produksi," ungkapnya.

                Berdasarkan  pantauannya,  undang-undang  yang  saat  ini  berlaku tidak terlalu memihak  beberapa
               kondisi perempuan.
                Seperti saat haid dan hamil.

                Apalagi kini dipangkas oleh  Omnibus Law  .

                "Kita melihat  di  UU  yang  sudah  ada  pun  masih  ada  kesenjangan  dan  kekurangan  yang  harusnya
               direvisi. Oleh pemerintah, malah dirapel di Omnibus Law," jelasnya dikutip dari  Kompas.com  .
                "Orang hamil butuh perlakuan khusus karena tubuhnya berubah. Ini bertolak belakang dari logika
               industri dan investasi," tambahnya.
                RUU  Omnibus Law  Cipta Lapangan Kerja juga dapat berpotensi menciptakan PHK massal.

                Ini diungkapkan Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Elena
               Ekarahendy.

                "Potensi PHK masal. Bayangin kita sudah jadi pengungsi, kita diusir dari rumah kita sendiri, diusir dari
               tanah kita sendiri," katanya dikutip dari  Kompas.com  .

                "Kemudian kita juga akan dihilangkan upaya penghidupan kita," lanjutnya.
                Elena  menambahkan,    Omnibus  Law    dapat  berdampak  pada  pengurangan  upah  minimum,
               diskriminasi, penghilangan jaminan sosial dan hilangnya sanksi pidana dalam pekerjaan.

                Sebelumnya,  presiden  meminta  kepada  jajarannya  untuk  merampungkan  RUU    Omnibus  Law
               sebelum 100 hari masa kerjanya.
                "Kami menargetkan omnibus law ini selesai sebelum 100 hari kerja (Jokowi-Ma'ruf)," katanya.

                Tantangan ini diterima Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.

                Dia optimis DPR RI bisa menyelesaikan pembahasan dua RUU  Omnibus Law  Cipta Lapangan Kerja
               dan Fasilitas Perpajakan dalam 100 hari.

                "Saya pikir apa yang disampaikan presiden (target 100 hari rampung  Omnibus Law  ) bukan hal
               mustahil," kata Dasco.
                (Tribunnews/Ika Nur Cahyani) (Kompas.com/Sania Mashabi/ Haryanti Puspa Sari).
   225   226   227   228   229   230   231   232   233   234   235