Page 39 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JANUARI 2020
P. 39

Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sendiri memang menimbulkan kontroversi dalam penyusunannya.
               Berbagai pihak menilai RUU sapu jagat tersebut tak ramah dengan pekerja.

               Dalam pembahasan di tataran pemerintahan pun, RUU ini mengalami proses yang cukup alot hingga
               pengajuannya  ke  DPR  pun  molor  dari  yang  seharusnya  Desember  2019  lalu  hingga  baru  akan
               diserahkan ke DPR Senin ini.

               Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat mengatakan, pihaknya telah
               mendapat  persetujuan  mengenai  poin-poin  dalam  RUU  Omnibus  Law  Cipta  Lapangan  Kerja  dari
               kalangan buruh. Namun, klaim Airlangga tersebut dibantah oleh KSPI.

               Presiden  Konfederasi  Serikat  Pekerja  Seluruh  Indonesia  (KSPSI)  Andi  Gani  Nena  Wea  membantah
               pernyataan  Menko  Perekonomian  Airlangga  Hartarto  terkait  ucapan  yang  menyebut  buruh  telah
               setuju dengan aturan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

               "Saya terkejut dengan pernyataan tersebut. Sekarang saya mau tanya, konfederasi buruh mana yang
               sudah setuju?" ujar Andi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/1/2020).

               Andi menyarankan sebaiknya pemerintah berkomunikasi dengan buruh sebelum merumuskan aturan
               Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dia, buruh malah tidak dilibatkan dalam penyusunan Omnimbus
               Law tersebut.
               Lalu, sebenarnya, apa saja poin-poin dalam RUU sapu jagat tersebut?

               Sekretaris  Kementerian  Koordinator  Bidang  Perekonomian  Susiwijono  menjelaskan,  sesuai  hasil
               pembahasan terakhir per 17 Januari 2020, telah diidentifikasi sekira 79 UU dan 1.244 pasal yang
               terdampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dengan rincian:

               1) Penyederhanaan Perizinan: 52 UU dengan 770 pasal;
               2) Persyaratan Investasi: 13 UU dengan 24 pasal;
               3) Ketenagakerjaan: 3 UU dengan 55 pasal;
               4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M: 3 UU dengan 6 pasal;
               5) Kemudahan Berusaha: 9 UU dengan 23 pasal;
               6) Dukungan Riset dan Inovasi: 2 UU dengan 2 pasal;
               7) Administrasi Pemerintahan: 2 UU dengan 14 pasal;
               8) Pengenaan Sanksi: 49 UU dengan 295 pasal;
               9) Pengadaan Lahan: 2 UU dengan 11 pasal
               10) Investasi dan Proyek Pemerintah: 2 UU dengan 3 pasal; dan
               11) Kawasan Ekonomi: 5 UU dengan 38 pasal.
               Adapun untuk klaster Ketenagakerjaan yang selama ini menjadi perdebatan, poin-poin dalam omnibus
               law meliputi:

               1. Upah Minimum
               Susi menjelaskan, di dalam omnibus law Upah Minimum (UM) dipastikan tidak akan turun serta tidak
               dapat  ditangguhkan,  terlepas  dari  apapun  kondisi  pengusahanya.  Untuk  kenaikan  UM  akan
               memperhitungkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah.
               "UM yang ditetapkan hanya berlaku bagi pekerja baru dan berpengalaman kerja di bawah satu tahun,
               sedangkan kalau kompetensi mereka lebih akan bisa diberikan lebih dari UM. Sistem pengupahan
               mereka didasarkan pada struktur dan skala upah," katanya.
               Adapun untuk industri padat karya, pemerintah dapat memberi insentif berupa perhitungan upah
               minimun tersendiri dengan alasan untuk mempertahankan kelangsungan usaha dan keberlangsungan
               bekerja bagi pekerja.
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44