Page 278 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 AGUSTUS 2020
P. 278
Di sisi lain, usaha besar hanya menyerap sekitar 3,58 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa
UMKM bila digabung telah menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional, sedangkan usaha besar
hanya sekitar 3% dari total tenaga kerja nasional. Kekuatan inilah yang menyebabkan semua
pihak menyorot dan berharap UMKM dapat terus bertahan menghadapi kondisi krisis
sebagaimana dulu pernah terjadi saat krisis tahun 2017.
Namun, kalau dulu UMKM menjadi tulang punggung, pada masa pandemi Covid-19 ini justru
terpuruk, tepatnya pada dua minggu terakhir kuartal pertama 2020 karena terjadinya
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dampak dari PSBB pun segera terasa, aktivitas
masyarakat mulai berhenti. Pasar, pertokoan, perkantoran, dan transportasi nyaris berhenti
beroperasi. Penerapan PSBB menyebabkan putusnya mata rantai demand and supply , juga
menyebabkan slow down -nya perekonomian.
Pakar pemasaran Jacky Mussry dalam buku Menyerah Bukan Pilihan menyatakan, ada tiga
kondisi yang saat ini dialami UMKM di Indonesia, yaitu tumbuh ( growing ), menurun ( declining
), dan kolaps ( collapsing ). Data survei bulan Juni 2020 terhadap 270 pengusaha UMKM
nasional yang dilakukan oleh International Council for Small Business (ICSB) menunjukkan,
hanya 3% yang mengalami pertumbuhan, 11% bertahan, 71% mengalami penurunan, dan
sisanya (15%) mengalami ketidakjelasan kondisi, yang dapat membawa ke arah kolaps.
Karena itu, UMKM tentu harus segera dibantu, mengingat dampak dan keterlibatan masyarakat
yang tinggi. Potensi terjadinya kredit macet, peningkatan angka pengangguran menjadi hal yang
nyata akan terjadi, sehingga perlu perhatian untuk UMKM, karena bila tidak, akan menimbulkan
terganggunya sektor perekonomian lokal. Ini juga harus diwaspadai karena dapat memberikan
dampak ke perekonomian nasional.
Untuk mendukung agar UMKM dapat terus bertahan, pemerintah mengambil kebijakan dengan
mengalokasikan anggaran untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang merupakan
salah satu rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian.
Program PEN sebagai respons atas penurunan aktivitas masyarakat yang berdampak pada
ekonomi, khususnya sektor informal atau UMKM. Adapun anggaran yang dipersiapkan Rp 695
triliun; Rp 123,45 triliun dialokasikan untuk UMKM. Hingga 22 Juli 2020, anggaran ini telah
disalurkan Rp 30,21 triliun (25,3%) dari pagu yang ditetapkan.
Masalah UMKM Pelaksanaan program PEN menemui beberapa masalah yang menyebabkan
kurang maksimalnya penyerapan, seperti yang disampaikan Sekretaris Kementerian Koperasi
dan UMKM (KemenKop UKM) Rully Indrawan. Ada sekitar Rp 123,46 triliun yang telah
didistribusikan ke berbagai lembaga, dari perbankan, pegadaian, asuransi penjaminan hingga
lembaga lainnya. Namun, penyerapan anggaran untuk sektor UMKM per 29 Juni 2020,
realisasinya masih mencapai 22,74 persen.
Ada beberapa alasan .
Pertama, pendataan UMKM yang tidak akurat dan faktual. Hal ini disebabkan ketidakjelasan data,
khususnya legalitas usaha, minimal IUMK (Izin Usaha Menengah dan Kecil) yang tidak dimiliki
oleh pelaku UMKM. Data tentang UMKM serasa seperti puncak gunung es. Hal ini tentu
menyebabkan penyaluran insentif bagi UMKM relatif tersendat bahkan rawan salah alamat.
Padahal, pemerintah melalui Dinas Koperasi dan UMKM di provinsi ataupun kabupaten/kota
seluruh Indonesia sudah mempersiapkan aplikasi berbasis online untuk pendataan UMKM.
Namun seperti yang dilansir ukmindonesia.id , struktur UMKM di Indonesia mayoritas (98,7%)
adalah usaha mikro, dan struktur ini tidak berubah selama 10 tahun, yang mengindikasikan
bahwa UMKM cenderung tidak berinisiatif untuk mengubah skema bisnis yang dimiliki menjadi
lebih baik melalui peningkatan profesional usaha, salah satunya kesadaran untuk mengurus
legalitas usaha.
277