Page 130 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 130
Akomodatifnya produk legislasi tersebut karena dengan kemajuan teknologi digital di satu sisi
membuat proses kerja lebih efisien, namun di sisi lain akan mendegradasi banyak tenaga kerja.
Sebab itu, dibutuhkan penambahan investasi untuk memperluas lapangan kerja sambil
meningkatkan kualitas pekerja.
Politisi Partai Demokrat, Ferdinand Huta-haean, dalam Keterangannya di jakarta, Minggu
(11/10), mengatakan UU itu sebenarnya mengatur semua kelompok masyarakat Indonesia,
bukan hanya buruh atau pengusaha saja dengan tujuan menciptakan masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera.
UU Cipta Kerja, papar Ferdinand, juga menjadi dasar perubahan besar bagi bangsa, sehingga
menjadi kontroversi dan polemik bagi mereka yang tidak siap berubah.
"Saya memahami dan mengerti apa yang diinginkan oleh buruh agar hak-haknya tidak ada yang
berkurang dan situasi tetap dalaMKeadaan seperti sekarang tanpa ada perubahan. Saya pun
meminta kepada pemerintah agar negara hadir mengambil alih, menanggung bila ada hak buruh
yang dikurangi demi mencapai rasa keadilan antara buruh dan pelaku usaha," katanya.
Regulasi tersebut, tambahnya, juga memperjuangkan pembukaan lapangan kerja bagi 10 juta
jiwa lebih pengangguran, dan mempersiapkan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang sedang
menuntut ilmu saat ini dan akan lulus beberapa waktu ke depan. "Jika lapangan kerja tidak
tersedia, mereka hanya akan jadi pengangguran baru bila tidak mampu membuka usaha sendiri.
Jadi, bila ada angkatan kerja baru, pengangguran yang ikut-ikutan menolak UU ini, sama saja
Anda menutup masa depan Anda," kata Ferdinand.
Apalagi, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang tidak rendah dengan terciptanya
UU itu, supaya negara mampu memelihara 26,5 juta jiwa lebih orang miskin. "Bagaimana
pemerintah akan memelihara orang miskin jika pemerintah kita hambat melakukan upaya untuk
itu? Ayolah berlaku adil, jangan lihat dari sudut kecil semata," katanya.
Aturan, tambahnya, memang memberikan iklim usaha yang sehat bagi pengusaha agar bisa
membuka lapangan kerja. "Jadi, salahnya di mana pengusaha dimudahkan? Bukankah tujuannya
baik? tanya Ferdinand.
Bencana Demografi
Sementara itu, salah seorang profesor asal Indonesia yang meneliti Artificial Intelligence (Al) dan
Robotic di Jepang, Pitoyo Hartono, di laman Facebook-nya mengecam aksi anarkisme saat
demonstrasi menolak UU Cipta Kerja. Dia menilai tindakan tersebut disebabkan oleh rendahnya
mutu intelegensia karena terbengkalainya investasi pendidikan selama ini.
Dengan kemajuan teknologi, jelasnya, sebagai ahli mereka sudah tahu apa yang bisa dilakukan
dan yang tidak oleh Al dan robot dalam lima tahun ke depan. "Kalau dibiarkan dalaMKondisi
sekarang, mahasiswa/i seperti ini, dan juga sebagian besar buruh di Indonesia akan dengan
mudah tergantikan oleh Al dan robot," kata Pitoyo.
Dengan mutu pendidikan seperti itu, dia mengatakan jangan berkhayal tentang bonus
demografi. Karena sebaliknya, Indonesia malah terancam menghadapi bencana demografi.
Sementara itu. Anggota DPD, Jimly Asshid-diqie, mengatakan jalan terbaik yang bisa dilakukan
buruh maupun elemen masyarakat lainnya yang menolak UU tersebut adalah menempuh jalur
hukum dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) seperti yang disampaikan
Presiden Joko Widodo, pekan lalu. Sebab, di sana mereka bisa adu rasionalitas dan argumentasi.
ers/ola/E-9
129