Page 155 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 155
Dengan cakupan yang luas, susunan RUU Ciptaker tidak sama dengan RUU lain. Penulisan pasal-
pasal di RUU ini berdasarkan klaster. Hal ini wajar karena UU ini menampung pasal-pasal dari
76 UU. Tujuh UU yang semula dimasukkan, kemudian dikeluarkan dari omnibus law. Keenam
UU itu, antara lain, UU Pendidikan Nasional dan UU Pers. Tapi, kemudian ditambahkan empat
UU, di antaranya UU Tata Cara Perpajakan, UU PPh, dan UU Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia.
Ketika Bamus DPR menyetujui RUU Ciptaker dibawa ke parpurna, Sabtu malam (3/10/2020),
banyak pasal yang berubah. Kemudian, dalam rapat paripurna, ada catatan dari fraksi
pendukung yang harus diakomodasi di RUU. Itu sebabnya, draf final RUU Ciptaker tidak bisa
diperoleh bersamaan dengan ketokan palu di akhir rapat paripurna.
Ketika draf RUU Ciptaker masih dalam perbaikan, sementara rapat paripurna DPR RI sudah
menyetujui RUU ini menjadi UU, berbagai pihak yang memiliki agenda khusus memviralkan draf
RUU yang belum final diperbaiki itu. Mereka juga mengembangkan narasi bahwa DPR menyetujui
RUU tanpa draf selembar pun.
DPR diberikan waktu untuk merapikan draf RUU Ciptaker yang sudah disahkan selama sepekan.
Selambatnya, Senin (12/10/2020), draf RUU yang sudah dirapikan diserahkan kepada Presiden
RI untuk ditandatangani dan dimasukkan ke Lembaran Negara Indonesia. Jika dalam 30 hari
sejak diserahkan, Presiden tidak membubuhkan tanda tangan, RUU yang disahkan DPR efektif
berlaku.
Melihat rumitnya materi RUU Ciptaker, tidak berlebihan jika DPR dan pemerintah dituntut segera
menyampaikan draf final. Cepat atau lambat, RUU yang sudah menjadi UU itu dapat diakses dan
dibaca oleh semua orang.
Pihak yang tidak setuju disarankan untuk mengajukan judicial review atau uji materi ke
Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini hanya bisa dilakukan bila Presiden RI sudah
membubuhkan tanda tangan atau paling lama 30 hari setelah 5 Oktober 2020.
Jika memang punya niat baik untuk bangsa ini, semua pihak yang tak puas dengan UU Ciptaker
sebaiknya menempuh jalur hukum, yakni ke MK. Cukup Ciptaker sudah aksi demo yang selalu
berujung rusuh. Apalagi Indonesia kini tengah menghadapi pandemi Covid-19. Setiap warga
wajib menjalankan protokol kesehatan dengan menghindari kerumunan.
UU Ciptaker merupakan terobosan besar di bidang hukum guna mempercepat dan memberikan
kepastian hukuMKepada para pelaku bisnis. Angka pengangguran yang terus membengkak dan
angkatan kerja yang terus meningkat membutuhkan lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan
tidak ada jika tidak investasi.
Pada Februari 2020, sebulan sebelum pandemi Covid-19 mendera bangsa ini, angkatan kerja
Indonesia mencapai 138 juta. Dari jumlah itu, yang bekerja 131 juta, sedang pengangguran
terbuka 7 juta atau 5% dari angkatan ketja.
Pandemi Covid-19 mendongkrak jumlah pengangguran terbuka hingga di atas 15 juta dan angka
ini bakal terus bertambah bila virus maut ini tidak bisa dikendalikan. Hingga 11 Oktober 2020,
puncak pandemi di Indonesia belum diketahui.
Kondisi ketenagakerjaan Indonesia memprihatikan. Sebelum Covid-19, pekerja yang bekerja
penuh -35 jam sepekan- baru mencapai 70%. Selebihnya adalah pekerja paruh waktu dan
setengah pengangguran.
154