Page 175 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 175

UU CIPTA KERJA AKOMODASI PERUBAHAN KE DIGITAL

              Pengesahan  Undang-Undang  (UU)  Omnibus  law  Cipta  Kerja  dinilai  sudah  mengakomodasi
              perubahan  ke  depan,  terutama  dalam  upaya  menyejahterakan  masyarakat  yang berkeadilan
              melalui  penciptaan  lapangan  kerja.  Akomodatifnya  produk  legislasi  tersebut  karena  dengan
              kemajuan teknologi digital di satu sisi membuat proses kerja lebih efisien, namun di sisi lain akan
              mendegradasi  banyak  tenaga  kerja.  Sebab  itu,  dibutuhkan  penambahan  investasi  untuk
              memperluas lapangan kerja sambil meningkatkan kualitas pekerja.

              Politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, dalaMKeterangannya di Jakarta, Minggu (11/10),
              mengatakan UU itu sebenarnya mengatur semua kelompok masyarakat Indonesia, bukan hanya
              buruh atau pengusaha saja dengan tujuan menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan
              sejahtera.

              UU Cipta Kerja, papar Ferdinand, juga menjadi dasar perubahan besar bagi bangsa, sehingga
              menjadi kontroversi dan polemik bagi mereka yang tidak siap berubah. "Saya memahami dan
              mengerti apa yang diinginkan oleh buruh agar hak-haknya tidak ada yang berkurang dan situasi
              tetap  dalaMKeadaan  seperti  sekarang  tanpa  ada  perubahan.  Saya  pun  meminta  kepada
              pemerintah agar negara hadir mengambil alih, menanggung bila ada hak buruh yang dikurangi
              demi mencapai rasa keadilan antara buruh dan pelaku usaha," katanya.

              Regulasi tersebut, tambahnya, juga memperjuangkan pembukaan lapangan kerja bagi 10 juta
              jiwa lebih pengangguran, dan mempersiapkan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang sedang
              menuntut ilmu saat ini dan akan lulus beberapa waktu ke depan. "Jika lapangan kerja tidak
              tersedia, mereka hanya akan jadi pengangguran baru bila tidak mampu membuka usaha sendiri.
              Jadi, bila ada angkatan kerja baru, pengangguran yang ikut-ikutan menolak UU ini, sama saja
              Anda menutup masa depan Anda," kata Ferdinand.

              Apalagi, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang tidak rendah dengan terciptanya
              UU  itu,  supaya  negara  mampu  memelihara  26,5  juta  jiwa  lebih  orang  miskin.  "Bagaimana
              pemerintah akan memelihara orang miskin jika pemerintah kita hambat melakukan upaya untuk
              itu? Ayolah berlaku adil, jangan lihat dari sudut kecil semata," katanya.

              Aturan, tambahnya, memang memberikan iklim usaha yang sehat bagi pengusaha agar bisa
              membuka lapangan kerja. "Jadi, salahnya di mana pengusaha dimudahkan? Bukankah tujuannya
              baik? tanya Ferdinand.
              Sementara itu, salah seorang profesor asal Indonesia yang meneliti (AI) dan di Jepang, Pitoyo
              Hartono, di laman -nya mengecam aksi anarkisme saat demonstrasi menolak UU Cipta Kerja. Dia
              menilai tindakan tersebut disebabkan oleh rendahnya mutu intelegensia karena terbengkalainya
              investasi pendidikan selama ini.

              Dengan kemajuan teknologi, jelasnya, sebagai ahli mereka sudah tahu apa yang bisa dilakukan
              dan yang tidak oleh AI dan robot dalam lima tahun ke depan. "Kalau dibiarkan dalaMKondisi
              sekarang, mahasiswa/i seperti ini, dan juga sebagian besar buruh di Indonesia akan dengan
              mudah tergantikan oleh AI dan robot," kata Pitoyo.

              Dengan  mutu  pendidikan  seperti  itu,  dia  mengatakan  jangan  berkhayal  tentang  bonus
              demografi. Karena sebaliknya, Indonesia malah terancam menghadapi bencana demografi.

              Sementara itu, Anggota DPD, Jimly Asshiddiqie, mengatakan jalan terbaik yang bisa dilakukan
              buruh maupun elemen masyarakat lainnya yang menolak UU tersebut adalah menempuh jalur
              hukum dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) seperti yang disampaikan
              Presiden Joko Widodo, pekan lalu. Sebab, di sana mereka bisa adu rasionalitas dan argumentasi.
              n.


                                                           174
   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179   180