Page 436 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 436

Kekhawatiran pemutusan hubungan kerja (PHK) massal menyelimuti para buruh di Sukoharjo,
              Jawa Tengah, seiring dengan pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
              Ketua Forum Peduli Buruh (FPB) Sukoharjo, Sukamo, mengatakan bahwa sejak awal, kalangan
              buruh dan serikat pekerja menolak RUU Cipta Kerja. Bahkan pihaknya sudah meminta Dewan
              Perwakilan  Rakyat  (DPR)  untuk  menghentikan  pembahasan  Omnibus  Law  RUU  Cipta  Kerja
              karena sangat merugikan buruh.

              Namun, kenyataannya, rancangan itu kini sudah ditetapkan menjadi UU. Muncul kegelisahan
              para  buruh,  mereka  sewaktu-waktu  bisa  di-PHK  secara  besar-besaran  akibat  melemahnya
              ekonomi karena pandemi. "Kami berharap ini menjadi perhatian bersama pemerintah pusat dan
              DPR," ucap Sukarno, seperti dilaporkan Dhessy Wulandari dari Gatra, Selasa pekan lalu.

              Klaster Ketenagakerjaan dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dijelaskan di pasal
              82.  Menteri  Ketenagakerjaan,  Ida  Fauziah,  memaparkan  bahwa  UU  Cipta  Kerja  Klaster
              Ketenagakerjaan isinya mengubah, menghapus, dan menetapkan pengaturan baru di beberapa
              ketentuan  yang  diatur  dalam  beberapa  undang-undang.  Seperti  UU  Nomor  13  Tahun  2003
              tentang Ketenagakerjaan, UU 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU
              Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 18
              Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

              "Ini saya baca karena UU ini dimaksudkan untuk memberikan penguatan perlindungan kepada
              tenaga kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja atau buruh dalam mendukung
              ekosistem investasi," Ida memaparkan dalam konferensi pers bersama menteri lainnya pada 7
              Oktober 2020, seperti dilaporkan Ryan Puspa Bangsa dari Gatra.

              Menurut  Ida,  telah  terjadi  beberapa  pemelintiran  isi  dari  klaster  ketenagakerjaan  yang
              berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, ia merasa perlu memberikan penjelasan. UU Cipta
              Kerja, katanya, mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi pekerja atau buruh pada
              saat  berakhirnya  Perjanjian  Kerja  Waktu  Tertentu  (PKWT).  Artinya,  ketentuan  dan  syarat-
              syaratnya tetap sama sebagaimana diatur di UU Nomor 13 Tahun 2003. Pembaruannya, ada
              tambahan berupa kompensasi bagi pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT.

              Syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh dalam kegiatan alih daya atau outsourcing
              juga  masih  tetap  dipertahankan.  UU  Cipta  Kerja  juga  memasukkan  prinsip  pengalihan
              perlindungan  hak  bagi  pekerja  atau  buruh  apabila  terjadi  pergantian  perusahaan  alih  daya
              sepanjang objek pekerjaannya masih ada.

              Di samping itu, dalam rangka pengawasan terhadap perusahaan alih daya, UU Cipta Kerja juga
              mengatur syarat-syarat perizinan terhadap perusahaan alih daya yang terintegrasi dalam sistem
              om  single  mbmission  (OSS).  "Jadi  bisa  terkontrol.  Mungkin,  selama  ini  banyak  perusahaan
              outsourcing  yang  tidak  terdaftar.  Dengan  adanya  UU  ini,  kita  bisa  melakukan  pengawasan
              dengan baik karena harus terdaftar dalam sistem OSS," kata Ida.

              Ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat juga jadi perhatian Ida. Menurutnya, ada
              banyak sekali distorsi soal ini. Padahal ketentuan itu tetap diatur sebagaimana UU nomor 13
              tahun 2003 lalu ditambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat
              pada perusahaan dan sektor usaha dan pekerjaan tertentu.

              UU Cipta Kerja juga diklaim lda masih mengatur hak-hak dan perlindungan upah bagi pekerja
              dan buruh sebagaimana UU 13/2003 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015.
              "Jadi, banyak yang berkembang bahwa upah minimum dihapus. Jadi, upah minimum ini tetap
              kita  atur,  kemudian  ketentuannya  tetap  mengacu  UU  13/2003  dan  PP  78/2015.  Ketentuan
              mengenai UMK juga tetap dipertahankan," ujar Ida.



                                                           435
   431   432   433   434   435   436   437   438   439   440   441