Page 438 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 438

Secara umum, Yose menilai tujuan pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja ini menguntungkan,
              karena pemerintah bisa memangkas regulasi-regulasi di bidang investasi yang ribuan jumlahnya,
              dengan harapan kemudahan berbisnis di Indonesia dapat meningkat.

              Sejalan dengan itu, biaya untuk berinvestasi di Tanah Air pun akan makin terjangkau, karena
              calon investor tidak perlu lagi melalui banyak prosedur agar bisa menanamkan modalnya. Begitu
              juga dengan potensi korupsi di berbagai birokrasi yang diduga akan makin menurun.

              Namun  demikian,  Yose  khawatir,  beleid  sapu  jagat  ini  akan  memiliki  nasib  serupa  dengan
              pendahulunya, UU Ketenagakerjaan. Pasalnya, meski investasi diperkirakan bakal meningkat,
              kebanyakan  investasi  yang  masuk  itu  berasal  dari  industri-industri  besar  saja,  seperti  jasa,
              pertambangan, perkebunan, hingga kendaraan bermotor.

              Padahal, sektor-sektor tersebut tidak membutuhkan banyak tenaga kerja. Adapun untuk dapat
              bergabung dengan industri-industri itu, pekerja harus memiliki kemampuan atau skill tinggi di
              bidang tertentu.
              Sebaliknya, sektor industri padat karya, seperti garmen, pabrik alas kaki, hingga pabrik makanan
              dan minuman yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan kemampuan biasa saja tidak akan
              banyak yang masuk ke Indonesia. "Jadi, ini kemungkinan enggak akan berubah karena Omnibus
              Law, karena memang enggak terlalu besar perubahannya," tutur Yose kepada Qonita Azzah ra
              dari Gatra, Senin lalu.

              Yose melanjutkan, dirinya tidak berharap banyak terkait aturan turunan Omnibus Law Cipta Kerja
              yang saat ini sedang disiapkan pemerintah. Terlebih, substansi klaster ketenagakerjaan di dalam
              UU Cipta Kerja tidak berbeda jauh dengan UU Ketenagakerjaan.

              Namun,  ekonom  senior  itu  meminta  agar  pemerintah  memasukkan  pula  klausul  mengenai
              pelatihan bagi tenaga kerja. Untuk bisa masuk ke industri-industri besar, tenaga kerja Indonesia
              yang saat ini masih banyak berasal dari lulusan SD atau bahkan tidak lulus SD, harus bisa meng-
              upgrade  kemampuan  mereka  dengan  pelatihan yang  diberikan  oleh  pemerintah  dan  bekerja
              sama dengan dunia usaha.

              "Jadi oke, lah pasar tenaga kerjanya rigid,karena pasar tenaga kerja yang rigid itu tidak terlalu
              berpengaruh  pada  investasi  di  sektor-sektor  berteknologi  tinggi.  Toh,  mereka  enggak
              membutuhkan banyak tenaga kerja juga, tapi mereka butuh tenaga kerja yang skill-nya bagus,"
              ujar Yose.

              Hidayat Adhiningrat P.

























                                                           437
   433   434   435   436   437   438   439   440   441   442   443