Page 501 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 501
DI TENGAH GELOMBANG DEMO, SURVEI: CUMA SEDIKIT PUBLIK YANG TAHU UU
CIPTAKER
Gelombang demonstrasi muncul setelah DPR mengesahkan omnibus law UU Cipta Kerja, namun
ternyata menurut temuan survei lembaga Indometer sedikit sekali publik yang mendengar atau
mengetahui tentang omnibus law.Hanya 31,2 persen publik yang tahu, sebagian besar sebanyak
68,8 persen mengaku sama sekali tidak tahu.
"Hanya 30-an persen publik yang mengetahui tentang omnibus law RUU Cipta Kerja," kata
Direktur Eksekutif Survei Indometer Leonard SB dalam siaran pers, Jumat (16/10/2020).
Di antara yang mengetahui, hampir semuanya menyatakan setuju dengan omnibus law.
"Sebanyak 90,1 persen publik setuju, hanya 8,6 persen yang terang-terangan menolak, dan
sisanya 1,3 persen tidak tahu atau tidak menjawab," tuturnya.
Hal itu, kata Leonard, menjadi catatan kritis bagi pemerintah, dimana rumusan kebijakan yang
dinilai sangat strategis kurang dikomunikasikan kepada publik.
"Simpang siurnya informasi menyebabkan muncul banyak tudingan hoaks terhadap isi omnibus
law yang beredar," kata Leonard.
RUU Cipta Kerja merupakan paket pertama dari rangkaian omnibus law yang digagas Presiden
Jokowi.
Tujuan besarnya adalah untuk menyederhanakan regulasi, di mana perubahan terhadap puluhan
UU dilakukan sekaligus, tidak satu per satu.
Menurut Leonard, minimnya sosialisasi bisa jadi karena faktor pandemik Covid-19 yang melanda
Indonesia sejak Maret 2020.
Pembahasan cenderung dilakukan tertutup oleh pemerintah dan DPR, hingga tiba-tiba disahkan
pada awal Oktober 2020.
"Di antara yang menyatakan setuju, alasan utama adalah bahwa omnibus law bisa menciptakan
lapangan kerja (75,4 persen), hanya 13,4 persen tidak setuju, dan 11,3 persen tidak tahu/tidak
jawab," kata Leonard.
Omnibus law RUU Cipta Kerja dilatarbelakangi situasi perang dagang Amerika dan Cina, dimana
Indonesia dinilai tidak berhasil memetik keuntungan untuk menarik investasi. Ditambah faktor
pandemik, dimana banyak terjadi PHK, kebutuhan akan omnibus law jadi semakin besar.
Alasan lainnya adalah memudahkan perizinan (72,1 persen setuju, 15,7 persen tidak setuju dan
12,2 persen tidak tahu atau tidak menjawab), memulihkan ekonomi nasional (69,4 persen
setuju,19,9 persen tidak setuju dan tidak tahu 10,7 persen), dan menghidupkan UMKM (65,3
persen setuju, 23,1 persen tidak setuju dan 11,6 persen tidak tahu).
Lalu mendorong investasi (60,5 persen setuju, 19,0 persen tidak setuju dan 20,5 persen tidak
tahu), menyederhanakan birokrasi (56,1 persen setuju, 15,7 persen tidak setuju dan 28,2 persen
tidak tahu), dan menyelesaikan tumpang-tindih perundang-undangan (52,2 persen setuju, 26,4
persen tidak setuju, dan 21,4 persen tidak tahu/tidak menjawab).
"Di antara sebagian kecil yang menyatakan tidak setuju, alasan terbesar adalah bahwa omnibus
law merupakan intervensi asing (75,0 persen), sisanya 18,8 persen tidak setuju dan 6,3 persen
tidak tahu/tidak jawab," ujar Leonard.
Alasan lainnya memudahkan tenaga kerja Cina masuk (68,8 persen setuju/21,9 persen tidak
setuju/9,4 persen tidak tahu atau tidak jawab), merugikan pekerja (59,4 persen/25,0
500