Page 506 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 506
SURVEI SEBUT HANYA 31,2 PERSEN PUBLIK TAHU "OMNIBUS LAW" UU CIPTAKER
Sejumlah demonstrasi belakangan ini terjadi setelah DPR mengesahkan Omnibus Law UU Cipta
Kerja, namun ternyata hanya sedikit publik yang mengetahui UU tersebut.
Temuan survei Indometer menunjukkan sedikit sekali publik yang mendengar atau mengetahui
tentangomnibus law. Hanya 31,2 persen publik yang tahu, sebagian besar sebanyak 68,8 persen
mengaku sama sekali tidak tahu.
"Hanya 30-an persen publik yang mengetahui tentang omnibus law RUU Cipta Kerja," kata
Direktur Eksekutif Survei Indometer Leonard SB dalam siaran persnya, di Jakarta, Jumat.
Di antara yang mengetahui itu, lanjut dia, hampir semuanya menyatakan setuju denganomnibus
law.
"Sebanyak 90,1 persen publik setuju, hanya 8,6 persen yang terang-terangan menolak, dan
sisanya 1,3 persen tidak tahu/tidak menjawab," tuturnya.
Hal itu, kata Leonard, menjadi catatan kritis bagi pemerintah, di mana rumusan kebijakan yang
dinilai sangat strategis kurang dikomunikasikan kepada publik.
"Simpang siurnya informasi menyebabkan muncul banyak tudingan hoaks terhadap isiomnibus
lawyang beredar," ucap Leonard menjelaskan.
Seperti diketahui, RUU Cipta Kerja merupakan paket pertama dari rangkaianomnibus lawyang
digagas Presiden Jokowi.
Tujuan besarnya adalah untuk menyederhanakan regulasi, di mana perubahan terhadap puluhan
UU dilakukan sekaligus, tidak satu per satu.
Menurut dia, minim-nya sosialisasi bisa jadi karena faktor pandemik COVID-19 yang melanda
Indonesia sejak Maret 2020.
Pembahasan cenderung dilakukan tertutup oleh pemerintah dan DPR, hingga tiba-tiba disahkan
pada awal Oktober 2020.
Hasil survei Indometer terkait tanggapan publik tentang Omnibus Law UU Cipta Kerja. HO-Survei
Indometer)"Di antara yang menyatakan setuju, alasan utama adalah bahwaomnibus lawbisa
menciptakan lapangan kerja (75,4 persen), hanya 13,4 persen tidak setuju, dan 11,3 persen
tidak tahu/tidak jawab," papar Leonard.
Omnibus LawRUU Cipta Kerja dilatarbelakangi situasi perang dagang Amerika dan China, di mana
Indonesia dinilai tidak berhasil memetik keuntungan untuk menarik investasi. Ditambah faktor
pandemik, dimana banyak terjadi PHK, kebutuhan akanomnibus lawjadi semakin besar.
Alasan lainnya adalah memudahkan perizinan (72,1 persen setuju, 15,7 persen tidak setuju dan
12,2 persen tidak tahu/tidak menjawab), memulihkan ekonomi nasional (69,4 persen setuju,19,9
persen tidak setuju dan tidak tahu 10,7 persen), dan menghidupkan UMKM (65,3 persen setuju,
23,1 persen tidak setuju dan 11,6 persen tidak tahu).
Lalu mendorong investasi (60,5 persen setuju, 19,0 persen tidak setuju dan 20,5 persen tidak
tahu), menyederhanakan birokrasi (56,1 persen setuju, 15,7 persen tidak setuju dan 28,2 persen
tidak tahu), dan menyelesaikan tumpang-tindih perundang-undangan (52,2 persen setuju, 26,4
persen tidak setuju, dan 21,4 persen tidak tahu/tidak menjawab).
505