Page 185 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 OKTOBER 2020
P. 185
KSPN: ADA YANG SUDAH BEKERJA 23 TAHUN STATUSNYA MASIH KONTRAK
Serikat buruh terus bersuara menolak pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta
Kerja. Salah satu poin kontroversial yang digugat yakni dihapuskannya Pasal 59 dalam UU Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebab, penghapusan tersebut bakal meniadakan aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
yang dibatasi paling lama 3 tahun setelah dapat diperpanjang 1-2 tahun. Sejumlah pihak menilai
UU Cipta Kerja ini akan memungkinkan buruh jadi pekerja kontrak seumur hidup.
Namun, Wakil Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Lilis Mahmudah Usman
menyampaikan, perkara kepastian kontrak kerja ini sebenarnya sudah jadi masalah klasik,
khususnya bagi buruh wanita yang bekerja di pabrik.
"Jadi kalau UU Omnibus Law mengatur kontrak tidak terbatas, sesungguhnya dari zaman dulu
juga kontrak sudah banyak yang melampaui aturan. Kalau di UU 13 kan maksimal 3 tahun saja.
Tapi kemudian ada juga yang sudah 23 tahun status kerjanya masih kontrak, yang belasan tahun
juga. Itu banyak sekali," keluhnya dalam sesi teleconference, Senin (19/10).
Catatan lainnya, Lilis mengutarakan, secara umum buruh perempuan di manapun mereka
bekerja itu selalu menjadi orang nomor dua. Khususnya dalam hal perlindungan hak, meski itu
sudah dipasalkan dalam UU Ketenagakerjaan.
"Kemudian kesempatan untuk menduduki jabatan juga mereka menjadi nomor dua. Ketika ada
kekosongan jabatan, ada perempuan dan laki-laki yang punya kemampuan yang sama, maka
yang akan dipilih lebih dulu adalah kawan kita yang laki-laki," bebernya.
Buruh Perempuan Masih Rentan Buruh perempuan pun disebutnya masih rentan terhadap
kekerasan, baik secara fisik maupun non-fisik. Kebanyakan masih tak terlindungi dari pelecehan,
baik yang sifatnya seksual maupun secara verbal.
Padahal, Lilis menegaskan, tak jarang seorang buruh perempuan jadi pencari nafkah utama di
keluarganya. Dia pun berkesimpulan buruh wanita hingga saat ini tetap belum terlindungi,
terlebih dengan diresmikannya UU Cipta Kerja.
"Mereka jarang sekali memiliki waktu untuk dirinya maupun keluarganya, karena mereka
waktunya disita oleh pekerjaan, terutama di pabrik-pabrik. Mereka terikat dengan target kerja.
Jadi kalau target kerjanya tidak tercapai, maka mereka harus menambah jam kerjanya.
Seringkali itu tidak dibayar," tuturnya.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana Sumber: Liputan6.com [idr]Buruh Perempuan Masih
Rentan.
184