Page 1071 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 AGUSTUS 2020
P. 1071
DIANGGAP SENGSARAKAN BURUH
SEMENTARA itu, pengamat politik Rocky Gerung mengatakan kalau RUU Omnibus Law Ciptaker
justru ditolak oleh badan ekonomi dunia seperti Bank Dunia dan IMF. Selain itu, kalau RUU itu
sampai gagal disahkan di DPR, maka dampaknya adalah terpecahnya koalisi pemerintah saat ini.
Ia menilai, parpol koalisi sedang memainkan bargaining dalam isu RUU itu.
"UU ini senjata terakhir presiden untuk pemulihan ekonomi dalam pandemi Covid-19. Jadi
Omnibus ini pamungkasnya presiden. Kalau ini batal, dan tak bisa dinegosiasikan parpol dan
buruh, maka reshuffle batalkan," kata Rocky yang juga merupakan peneliti dari Peneliti
Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D)
Ia menambahkan, RUU Omnibus Law Ciptaker yang dimotori Partai Golkar adalah untuk
mengamankan kepentingan rente di baliknya, sedangkan di sisi lain PDIP yang tak punya
kepentingan dengan RUU tersebut. Apalagi isi RUU itu dinilai akan menyusahkan para wong cilik
yang banyak menjadi pendukung PDIP.
Ditegaskan Rocky pula, lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi bisa diwujudkan tanpa
RUU Omnibus Ciptaker. Alasannya, pertumbuhan ekonomi di era Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mampu menembus angka 6 persen tanpa instrumen UU Omnibus Law Ciptaker.
"Zaman SBY pertumbuhan ekonomi 6 persen tanpa adanya UU Omnibus Law ini. Jadi ini jalan
pikiran yang ngaco," kata Rocky.
Ia menambahkan RUU Omnibus Law Ciptaker ini hanya akan melayani para investor, dan
berpotensi merusak lingkungan tanpa menciptakan lapangan kerja dan menaikkan pertumbuhan
ekonomi. "RUU ini isinya hanya memanjakan investor. Dan Omnibus Law Cipta Kerja hanya akan
menciptakan kesengsaraan bagi kaum buruh serta lingkungan. Padahal UUD 194.5 menjamin
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Jadi konsekuensinya
hanya ada dua, tekan uang buruh, dan rusak lingkungan," tandas Rocky.
Sedangkah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan
cluster pekerja dalam RUU tersebut, yakni upah minimum yang berpotensi berkurang bagi buruh
tingkat kabupaten/kota, dan ketentuan
kerja kontrak Menurutnya, UU Omnibus Law Ciptaker berpotensi menghapus aturan Upah
Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) yang umumnya bernilai lebih besar dari Upah
Minimum Provinsi (UMP).
Sedangkan terkait kerja kontrak,' menurut Said di dalam RUU Omnibus Law Ciptaker ada potensi
menjadi tenaga kontrak seumur hidup. Karena Pasal 59 UU Ketenagakerjaan dihapus di dalam
RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
"UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang existing sebagai
protection floor atau perlindungan minimal bagi kaum buruh di industri manufaktur jangan
diubah. Jangan diganti dan jangan direvisi," tegas Said.
Ia menilai, pandemi Covid ini sudah mengubah tatanan ekonomi dunia secara fundamental. "Dari
120 investor dunia yang sudah menanamkan modalnya di Indonesia, gak ada satupun yang
mengatakan bahwa mereka mengharapkan omnibus law ini menjadi prioritas saat ini. Mereka
hanya ingin melihat bagaimana penanganan pemerintah terhadap pandemi virus Covid ini,"
pungkas Said. (ind)
1070

