Page 8 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 MARET 2021
P. 8

beberapa  kelas  aset  sesuai  tujuan  investasi:  saham,  reksa  dana,  deposito,  obligasi,  bahkan
              properti serta penyertaan langsung.
              Selanjutnya di Dalam masing-masing kelas aset dilakukan strategi pemilihan sekuritas (securities
              selection) atau manajer investasi yang cocok dengan tujuan investasi. Bahkan, Dalam pemilihan
              manajer investasi relatif ketat. Syaratnya harus mempunya dana kelolaan minimal Rp1,5 triliun.

              Saham dan Reksa Dana Menurut data portofolio sahamnya pada saham-saham LQ-45. Itu artinya
              isi portofolio sahamnya dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan relatif
              likuid. Tidak perlu diragukan lagi tentang saham-saham LQ-45. Penurunan dan kenaikan harga
              saham sangat tergantung pada perkembangan pasar modal di Indonesia.

              Kerugian  yang  terjadi  (yang  masih  belum  direalisasikan  atau  disebut  unrealized  loss)  masih
              sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia (tecermin dari pergerakan indeks harga
              saham gabungan/IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan resesi ekonomi. Bukti menunjukkan
              bahwa unrealized loss-nya juga naik turun sesuai dengan naik turunnya IHSG. Pada saat IHSG
              di level 5.979 (31 Desember 2020) unrealized loss mencapai Rp22,308 triliun, tapi ketika IHSG
              di level 6.429 (20 Januari 2021) lalu, unrealized loss menurun menjadi Rp14,417 triliun atau
              2,91% dari total portofolio Rp495 triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja emiten
              BUMN.

              Naik turun akan terjadi sesuai dengan pergerakan harga saham.

              Bukan tak mungkin ketika IHSG di level 7.000, bukan unrealized loss, tapi bisa berbalik arah
              menjadi unrealized gain. Hal ini bisa dilihat dari naik turunnya potential loss itu sangat tergantung
              pada  pergerakan  IHSG.  Ada  banyak  faktor  yang  menyebabkan  naik  turunnya  harga  saham,
              namun yang paling penting sahamnya likuid dan mempunyai kapitalisasi pasar yang besar--dan
              hal itu yang menjadi portofolio saham BPJS-TK.

              Untuk portofolio reksa dana, dari data yang ada, investasi di reksa dana berada pada level 8,1%
              pada akhir 2020. Kisarannya selama 5 tahun terakhir berada pada level 7-9%. Prinsip diversifikasi
              telah dijalankan dan tetap memenuhi aturan, yaitu maksimum 50% dari total porsi dana dan
              maksimum 15% untuk satu manajer investasi. Proses dan underlying produk reksa dana ini jelas
              dan berbeda dengan yang terjadi di Jiwasraya.

              Ada reksa dana yang di Dalamnya BPJS-TK menjadi mayoritas dan investor tunggal. Hal ini bisa
              terjadi--jika ternyata pengelola dana telah menawarkan reksa dana secara penawaran umum
              dan tetap menghasilkan sedikit investor, atau bahkan investor tunggal. Hal ini bisa jadi juga
              karena  fee  yang  ditetapkan  oleh  BPJS-TK  hanya  1%--karena  wajar  saja  portofolionya  besar
              (economies of scale). Sementara di pasar pada umumnya reksa dana mengenakan fee 2-4%.

              Situasi  ini  secara  alami  bisa  terjadi  karena  tingkat  penetrasi  finansial  Dalam  perekonomian
              Indonesia masih relatif rendah di bawah rata-rata ASEAN. Ukuran penetrasi itu biasanya diukur
              dengan keDalaman finansial yang menggunakan rasio monetisasi dan/atau rasio intermediasi.

              Berbeda dengan Kasus Jiwasraya, temuan itu berbeda dengan kerugian portofolio investasi pada
              kasus  Jiwasraya.  Portofolio  saham-saham  Jiwasraya,  seperti  diungkap  ke  media,  termasuk
              golongan  saham  kualitas  rendah,  tidak  likuid,  dan  mempunyai  kapitalisasi  pasar  yang  kecil.
              Banyak  orang  menyebutnya  sebagai  saham-saham  "gorengan".  Jelas  hal  ini  berbeda,  meski
              tampak sama. Banyak perbedaan riil antara kerugian Jiwasraya yang sudah realized loss dengan
              unrealized loss seperti di BPJS-TK. Hal yang mendasar terjadi, seperti persyaratan pemilihan
              manajer investasi. Di BPJS-TK sangat ketat, sementara di Jiwasraya longgar.

              Lebih lanjut lagi ada perbedaan dari sisi alokasi aset. Misalnya porsi saham dan reksa dana di
              Jiwasraya lebih dari 91% (31 Desember 2019), sementara di BPJK TK pada 31 Desember 2020
              lalu hanya 23,56% untuk porsi saham dan reksa dana. Dari data itu jelas terlihat bahwa strategi
                                                            7
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13