Page 174 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 DESEMBER 2020
P. 174
"Kita di lapangan banyak mengamati dan memberikan masukan-masukan Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) ke konfederasi untuk dilakukan perubahan ke pemerintah. UU Cipta Kerja
Klaster Ketenagakerjaan lebih memberikan kepastian dan perlindungan ke pekerja," kata Ketua
Biro Konseling dan Advokasi Serikat Pekerja Indofarma Tri Okta Sulfa Kimiawan dalam
keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurutnya, saat ini publik menanti RPP yang menjadi aturan turunan UU Cipta Kerja yang
tengah dibahas oleh tim tripartit, terutama Klaster Ketenagakerjaan. Menurutnya, ada beberapa
hal yang masih menjadi perhatian, di antaranya menyangkut soal PHK dan pesangon pekerja.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan pada 2019 menyebutkan hanya 27 persen
pengusaha yang memenuhi pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan UU 13/2003.
Sisanya, 73 persen tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai dengan UU
Ketenagakerjaan.
Bahkan, laporan Bank Dunia yang mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional BPS 2018
menyatakan 66 persen pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai aturan, 27 persen
pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima, dan 7 persen pekerja yang
menerima pesangon sesuai dengan ketentuan.
Dengan kondisi tersebut, upaya yang harus dilakukan bukan hanya memperbaiki aturan atau
regulasi. Namun sangat penting melakukan edukasi dan sosialisasi kepada pengusaha atau
pemberi kerja untuk patuh dalam pembayaran pesangon pekerja sesuai ketentuan yang berlaku.
"UU Cipta Kerja menjadi angin segar dan mampu menjadi solusi dari masalah pesangon sehingga
memberikan kepastian pembayaran pesangon bagi pekerja di sektor apapun. Meskipun jumlah
pesangonnya lebih kecil, dari 32 menjadi 25 kali gaji, tapi ini lebih pasti untuk melindungi
pekerja," kata Tri Okta Sulfa Kimiawan.
Dengan UU Cipta Kerja diharapkan menguatkan kembali terkait kebijakan PHK yang telah diatur
dalam konstruksi skema baru PHK dan pesangon. Inti dari klaster ketenagakerjaan mengubah
atau menghapus serta menetapkan dari beberapa ketentuan dari UU yang berlaku.
Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan membedakan jenis dan banyaknya kompensasi yang
didapatkan pekerja/buruh jika terjadi PHK tergantung dari alasan terjadinya PHK tersebut. Yang
mana, dulunya pekerja yang PHK-nya terjadi karena mengundurkan diri secara sukarela tidak
berhak atas uang pesangon.
Akan tetapi, kini UU Cipta Kerja menegaskan bahwa dalam hal terjadi PHK, pengusaha wajib
membayar uang pesangon (UP) dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang
penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima, tanpa membeda-bedakan berdasarkan alasan
terjadinya PHK.
"Sehingga, pekerja yang mengalami PHK baik karena mengundurkan diri atau karena alasan-
alasan lainnya yang diatur dalam UU Cipta Kerja sama-sama berhak atas UP dan/atau UPMK dan
UPH," ujarnya.
173