Page 501 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 31 AGUSTUS 2020
P. 501

Ringkasan

              PENELITI  Institute  for  Development  of  Economics  and  Finance  (Indef)  Ahmad  Heri  Firdaus
              menyatakan, kemudahan investasi yang digaungkan melalui Rancangan Undang-Undang Cipta
              Kerja (RUU Ciptaker) akan menjadi stimulus untuk menyerap tenaga kerja.



              KEMUDAHAN INVESTASI GENJOT SERAPAN TENAGA KERJA

              PENELITI  Institute  for  Development  of  Economics  and  Finance  (Indef)  Ahmad  Heri  Firdaus
              menyatakan, kemudahan investasi yang digaungkan melalui Rancangan Undang-Undang Cipta
              Kerja (RUU Ciptaker) akan menjadi stimulus untuk menyerap tenaga kerja.

              "Kalau  dilihat  rule-nya,  pemerintah  ingin  buat  lapangan  kerja  semakin  banyak  lewat  jalur
              investasi, melalui RUU Cipta Kerja," katanya, Kamis (27/8).

              Meski demikian, dirinya mengingatkan, kemudahan investai dapat menjadi peluang sekaligus
              tantangan bagi pemerintah. Kian banyak investasi yang datang bakal meningkatkan serapan
              tenaga kerja secara merata di dalam negeri.

              Tantangan  yang  dihadapi  juga  kian  besar.  Karenanya,  pemerintah  harus  segera  menyeleksi
              investasi  yang  diizinkan  masuk  setelah  RUU  Ciptaker  disahkan.  Disarankan  mengutamakan
              industri padat karya mengingat pengangguran menjadi persoalan yang tengah dihadapi. "Kalau
              tidak, serapan tenaga kerjanya akan minim."  Heri mengungkapkan, rasio investasi di Indonesia
              kini  tergolong  besar  terhadap  produk  domestik  besar,  sekitar  32%.  Tertinggi  pertama  dari
              konsumsi rumah tangga (55%).

              Sayangnya, ungkap dia, kontribusi investasi tersebut kurang siginifikan terhadap serapan tenaga
              kerja. Pangkalnya, sebagian besar tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM),
              seperti industri digital dan keuangan.

              "Investor yang di sektor manufaktur, contohnya sektor jasa dan barang, itu kontibusinya semakin
              kecil,  semakin  melandai,"  jelasnya.  Selain  menyeleksi,  pemerintah  juga  harus  mampu  dan
              optimal  dalam  mengarahkan  investasi  yang  masuk.  Pun  mesti  mengelola  dana  yang  datang
              karena realitasnya kini belum maksimal.

              "Untuk lihat realisasi investasi di Indonesia itu lewat icore (incremental capital output ratio atau
              tingkat  efisiensi  investasi)  dan  icore  Indonesia  itu  cukup  besar  dibanding  negara  tetangga,
              sekitar 6,5," ujarnya.

              "Artinya kalau kita buat suatu produk di Indonesia, handphone misalnya, itu icore-nya 6,5, maka
              di negara tetangga, seperti Vietnam-Malaysia, itu icore-nya cuma 4," lanjutnya.

              Semakin  tinggi  nilai  icore,  tingkat  efisiensi  investasi  memburuk.  Tingginya  icore  membuat
              investor  beranggapan  Indonesia  sebagai  negara  boros  modal.  Tugas  pemerintah  berikutnya,
              bagi Heri, memastikan kualitas dan kemampuan SDM di dalam negeri. Jika tidak, investasi yang
              masuk takkan berdampak positif terhadap serapan tenaga kerja.

              "Jadi  kalau  skill  dan  kualitas  SDM-nya,  terutama  di  daerah-daerah  itu  tidak  mumpuni,  ya,
              percuma mereka tidak akan terserap. Yang ada malah perusahaan dibangun, tetapi yang kerja
              atau tenaga kerjanya tetap impor dari luar negeri, seperti dari China," urainya.

              "Makanya, pemrintah harus jamin, beri masyarakat pelatihan kemampuan kerja, bekali mereka
              dengan  keahlian  tertentu  seusai  dengan  kebutuhan  investasi  yang  akan  dibangun  di  daerah
              tersebut," tandasnya. (J-1).


                                                           500
   496   497   498   499   500   501   502   503   504   505   506