Page 23 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 NOVEMBER 2020
P. 23

Dengan  demikian,  walau  jumlah  pengangguran  terbuka  hanya  9,77  juta  orang,  sebenarnya
              pekerja yang bekerja paruh waktu atau setengah menganggur sangat besar. Jumlah pekerja
              penuh, yang bekerja minimal 35 jam per minggu, tinggal 82,02 juta orang atau turun 9,46 juta
              orang. Secara persentase, jumlah pekerja penuh turun dari 71,04 persen menjadi 63,85 persen.
              Jika  memakai  definisi  Organisasi  Buruh  Internasional  (1LO),  tambahan pengangguran  bukan
              1,84 persen, melainkan 7,19 persen. Pasalnya, porsi setengah pengangguran meningkat dari
              6,42 persen menjadi 10,19 persen dan porsi pekerja paruh waktu meningkat dari 22,54 persen
              menjadi 25,96 persen.
              Rilis Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2020 ada 29,12 juta (14,28 persen) penduduk
              usia  kerja  yang  ter-dampak  Covid-19.  Dampak  terbesar  pada  pekerja  yang  mengalami
              pengurangan  jaMKerja,  yaitu  24,03  juta  orang.  Sisanya  penganggur  yang  tidak  kunjung
              mendapat pekerjaan sebanyak 2,56 juta orang, tidak bekerja karena Covid-19 sekitar 1,77 juta
              orang, dan bukan angkatan kerja 0,76 juta orang.

              Seiring dominasi sektor informal dan peningkatan jumlah pekerja tidak penuh, pemulihan daya
              beli masyarakat kian sulit. Data pekerja informal yang buruk membuat mereka sulit tersentuh
              sejumlah  program  perlindungan  sosial,  termasuk  subsidi  upah.  Pekerja  informal  hanya
              bergantung pada pendapatan harian sehingga menjadi pihak yang sangat rentan ketika terjadi
              gejolak perekonomian. Berdasarkan data BPS, persentase penduduk hampir miskin mencapai
              7,45 persen atau sekitar 19,91 juta orang, dengan porsi terbesar berasal dari sektor informal,
              yakni 12,15 juta orang (61,03 persen).

              Ditambah lagi, sebelum teijadi dampak pandemi secara masif, persentase penduduk miskin telah
              meningkat dari 9,22 persen pada September 2019 menjadi 9,78 persen pada Maret 2020. Ada
              penambahan jumlah penduduk miskin 1,63 juta orang sehingga menjadi 26,42 juta orang. Salah
              satu yang cukup mengagetkan, terjadi lonjakan jumlah penduduk miskin di perkotaan sebanyak
              1,3  juta  orang,  sedangkan  di  perdesaan  bertambah  333.900  orang.  Indeks  kedalaman
              kemiskinan naik menjadi 1,61 poin dan indeks keparahan kemiskinan naik menjadi 0,38 poin.

              Bank Dunia memprediksi, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi global 2020 terkontraksi 5,2
              persen, 88 juta-115 juta orang bisa terdorong ke jurang kemiskinan ekstrem. Selanjutnya pada
              2021 diprediksi jumlah kemiskinan kronis, hanya berpenghasilan kurang dari 1,9 dollar AS (Rp
              29.000) per hari, bertambah lagi 23-25 juta orang. Sekitar 82 persen orang yang mengalami
              kemiskinan  parah  ada  di  negara  berpenghasilan  menengah,  seperti  India,  Nigeria,  dan
              Indonesia.

              Solusi

              Struktur tenaga kerja yang memburuk dan angka kemiskinan yang melonjak harus diantisipasi
              dan dimitigasi lebih detail. Pasalnya, kontribusi utama pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat
              bergantung  pada  geliat  konsumsi  rumah  tangga.  Sementara  daya  beli  masyarakat  sekaligus
              menjadi determinan utama investasi. Hubungan kausalitas yang sangat erat itu menjadi kendala
              dan  tantangan  tersendiri,  tetapi  sekaligus  menjadi  kunci  utama  jalan  keluar.  Artinya,  jika
              berbagai program mampu fokus pada upaya mendorong penciptaan lapangan kerja, sekaligus
              mampu menjadi solusi sapu jagat.

              Pertanyaannya, apakah peluncuran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
              mampu menjadi jawaban? Kebutuhan utama penciptaan lapangan kerja adalah investasi padat
              karya  yang  masuk  ke  Indonesia.  Sementara  tren  investasi  yang  masuk  ke  Indonesia  pada
              Januari-September 2020 didominasi sektor jasa yang mencapai 55,4 persen. Porsi investasi pada
              industri  manufaktur  turun  drastis,  tinggal  33  persen,  juga  investasi  pada  tanaman  pangan,
              perkebunan,  dan  peternakan  hanya  5,9  persen.  Apalagi  investasi yang paling  masif  diminati
              investor  asing,  terutama  China,  adalah  sektor  logistik,  yaitu  transportasi,  gudang,  dan


                                                           22
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28