Page 181 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 30 SEPTEMBER 2020
P. 181
Kabar yang berkembang, pekerja akan menerima pesangon maksimal 32 kali gaji. Namun tidak
sepenuhnya tanggung jawab perusahaan.
PEMERINTAH IKUT TANGGUNG PESANGON PEKERJA
- Pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah rampung di tingkat panitia
kerja (panja) masih menyisakan persoalan. Salah satunya soal pemberian pesangon.
Isu tersebut menjadi salah satu bahasan dalam diskusi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
dengan perwakilan serikat pekerja dan anggota Panja RUU Ciptaker di DPR kemarin (28/9).
Kabar yang berkembang, pekerja akan menerima pesangon maksimal 32 kali gaji. Namun tidak
sepenuhnya tanggung jawab perusahaan.
Anggota Panja RUU Ciptaker Obon Tabroni membenarkan bahwa aturan itu masuk dalam salah
satu pasal di RUU. Namun, dia menegaskan, saat ini masih proses di tim kecil kendati
pembahasan di tingkat panja sudah selesai. Dengan demikian, masih ada kemungkinan
perubahan klausul untuk memperjelas aturan tersebut.
Obon mengungkapkan, pesangon maksimal 32 kali gaji itu diatur dengan ada sebagian yang
ditanggung pemerintah. Tidak sepenuhnya dari perusahaan. "Dari sisi jumlah, apa yang didapat
buruh tidak jauh berbeda. Maksimal kan 32, tapi dari sisi perusahaan memang turun," paparnya
dalam forum diskusi tersebut.
Pemerintah, lanjut Obon, akan membayar selisih dari pesangon yang menjadi hak pekerja itu.
"Selisihnya di-cover negara lewat ruang fiskal dengan program jaminan kehilangan pekerjaan,"
terangnya. Namun, untuk sementara, aturan tersebut hanya berlaku bagi pekerja yang berstatus
karyawan tetap. Tidak berlaku untuk karyawan tidak tetap.
Politikus Partai Gerindra itu belum menyebutkan selisih yang harus ditanggung negara. Menurut
Obon, masih perlu dilakukan sinkronisasi terhadap pasal-pasal lain dalam pembahasan tim kecil.
Sementara itu, peneliti PSHK Nur Solikhin menyatakan, ada persoalan mendasar dalam
pembahasan RUU Ciptaker, yakni pembahasan pasal per pasal yang langsung dilakukan panja.
Padahal, menurut tata tertib DPR, pembahasan sudah harus disepakati 50 persen dari 70
anggota alat kelengkapan dewan. Dalam hal ini badan legislasi. Panja hanya tinggal membahas
hal-hal atau materi yang butuh pendalaman lagi.
Pembahasan panja pun dia anggap mengurangi partisipasi masyarakat karena rapat yang
bersifat tertutup. Berdasar catatan PSHK, itu tidak hanya terjadi pada RUU Ciptaker. Tetapi juga
pada RUU-RUU lain yang kontroversial seperti RUU KPK tahun lalu.
Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Said Iqbal
mempertanyakan dana yang bakal digunakan pemerintah untuk pembayaran pesangon yang
disebut-sebut sebanyak sembilan di antara total 32 kali gaji tersebut. "Tapi, tidak jelas
anggarannya dari mana. Melalui skema JKP (jaminan kehilangan pekerjaan, Red)?" ujarnya.
Said mengkhawatirkan kondisi APBN jika dana diambil dari sana. Misalnya, terjadi PHK seperti
kondisi Covid-19 saat ini atau resesi ekonomi yang berisiko terjadi PHK masal. "Apakah dana
APBN cukup untuk membayar pesangon buruh sembilan bulan gaji jika dibayar pemerintah? Bisa
jebol," paparnya.
Terkait rumusan dalam RUU Ciptaker, Said menegaskan bahwa serikat buruh menolak sejumlah
poin. Di antaranya mengenai hilangnya upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah
minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), adanya upah padat karya, kenaikan upah minimum
180