Page 176 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 MEI 2021
P. 176
perusahaan tersebut benar-benar terdampak pandemi atau tidak. Artinya perlu adanya
pembuktian yang menunjukkan bahwa keuangan perusahaan tidak mampu
Ringkasan
Hingga kini telah melewati 75 tahun Indonesia Merdeka, namun kondisi kesejahteraan pekerja
media masih jauh dari harapan. Produk Undang-Undang (UU) yang diciptakan oleh pemerintah
pun cenderung gagal melindungi hak-hak kaum buruh. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan
Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang pelaksanaan pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan
bagi pekerja/buruh di perusahaan, menurutnya masih memunculkan celah yang dimanfaatkan
oleh perusahaan untuk tidak membayar THR kepada karyawannya.
CATATAN KELAM KONDISI PEKERJA MEDIA DI KOTA SEMARANG
SEMARANG, 2/5 - Hingga kini telah melewati 75 tahun Indonesia Merdeka, namun kondisi
kesejahteraan pekerja media masih jauh dari harapan. Produk Undang-Undang (UU) yang
diciptakan oleh pemerintah pun cenderung gagal melindungi hak-hak kaum buruh.
1 Mei akan selalu menjadi penanda ingatan, bahwa buruh masih menjadi bagian kaum tertindas
oleh kepentingan kekuasaan. Ironi yang terjadi, berbagai pelanggaran ketenagakerjaan yang
dilakukan oleh perusahaan media mudah ditemui.
"Kondisi pekerja media di Kota Semarang sangat menyedihkan. Masih banyak perusahaan media
di Kota Semarang menggaji pekerjanya jauh di bawah Upah Minumum Kota (UMK) Kota
Semarang, yakni Rp 2,8 juta. Bahkan ada media yang menggaji wartawannya Rp 1 juta, Rp 1,2
juta, Rp 1,5 juta, hingga Rp 2 juta," kata Koordinator Devisi Ketenagakerjaan Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Kota Semarang, Abdul Mughis, Sabtu (1/5/2021).
Dikatakannya, pemberian upah layak, BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, hak cuti, uang
lembur dan Tunjangan Hari Raya (THR), adalah beberapa hak paling mendasar yang wajib
diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya.
"Faktanya, hampir semua hak tersebut tidak dijalankan oleh rata-rata perusahaan media. Bahkan
perusahaan media yang beroperasi di Kota Semarang dan Jawa Tengah yang menggaji
jurnalisnya secara layak masih bisa dihitung menggunakan jari," ujarnya.
Begitu pun, hak BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan kepada jurnalis atau pekerja media, wajib
diberikan oleh perusahaan media. Pekerja media meliputi semua pekerja yang terlibat dalam
proses produksi produk media, baik jurnalis, redaktur, lay out, desain grafis, admin, cleaning
servis, skuriti dan lain-lain.
"Selain itu, fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa pesangon dalam beberapa tahun
terakhir di Kota Semarang sangat memilukan. Terdapat puluhan bahkan ratusan pekerja media
menjadi korban ketidakadilan," terang Mughis yang juga Ketua Serikat Pekerja Lintas Media
(SPLM) Jawa Tengah.
Lebih lanjut, kata dia, ada pula perusahaan media gulung tikar, nasib karyawan terkatung-katung
karena tidak ada kejelasan termasuk tidak mendapatkan hak pesangon. "Ironisnya, dari berbagai
pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan sejumlah perusahaan media tersebut tidak ada
penindakan oleh pihak berwenang, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja," tegasnya.
Menurut dia, ini sangat ironis ketika jurnalis sangat getol menulis perjuangan buruh pabrik terkait
UMK. "Bahkan isu UMK di kalangan buruh pabrik sudah selesai. Perjuangan buruh pabrik di Kota
175