Page 322 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 OKTOBER 2020
P. 322
Sebagian responden sepakat dengan beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan, sebagian lagi lebih memilih aturan di draf RUU Cipta
Kerja.
Secara umum, mayoritas responden setuju dengan ketentuan ketenagakerjaan yang diatur
dalam UU Cipta Kerja.
Tentu saja dengan catatan bahwa selama ini publik belum mengetahui isi UU Cipta Kerja yang
saat ini menunggu ditandatangani Presiden.
Sebab, selama ini belum ada draf resmi UU Cipta Kerja, sejak masih berbentuk RUU hingga
disahkan, yang dapat diakses di situs resmi DPR atau pemerintah.
Berikut ini pilihan responden terhadap sejumlah aturan dalam UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta
Kerja.
Uang pesangon Dalam UU Ketenagakerjaan, setiap pekerja dengan masa kerja 24 tahun berhak
meraih hingga 32 kali upah jika mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketentuan ini diubah di UU Cipta Kerja. Bagi pekerja dengan masa kerja 24 tahun, uang
pesangon yang diberikan oleh perusahaan sebanyak 19 kali upah.
Selain itu, juga terdapat jaminan kehilangan pekerjaan maksimal 6 kali upah yang ditanggung
pemerintah. Secara total, uang yang diperoleh pekerja terkena PHK 25 kali upah.
55,4 persen setuju dengan UU Cipta Kerja 29,8 persen memilih aturan UU Ketenagakerjaan 14,8
persen tidak tahu Waktu lembur UU Cipta Kerja mengubah ketentuan maksimal waktu lembur
dari sebelumnya tiga jam sehari atau 14 jam seminggu menjadi 4 jam sehari atau 18 jam
seminggu.
54 persen memilih aturan UU Ketenakerjaan 34,4 persen setuju dengan UU Cipta Kerja 11,6
persen tidak tahu Hak cuti panjang Di UU Ketenagakerjaan, pekerja dengan masa kerja enam
tahun berhak cuti panjang minimal dua bulan pada tahun ketujuh dan kedelapan.
Pada RUU Cipta Kerja, aturan ini dikembalikan pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
53,6 persen setuju dengan UU Cipta Kerja 30,7 persen tetap memilih UU Ketenagakerjaan 15,7
persen tidak tahu Upah minimum provinsi UU Ketenagakerjaan mengatur gubernur menetapkan
UMP berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.
Sementara dalam UU Cipta Kerja, gubernur menetapkan UMP berdasarkan kondisi ekonomi dan
ketenagakerjaan serta berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi kabupaten/kota.
51,6 persen setuju dengan UU Cipta Kerja 39 persen memilih aturan UU Ketenagakerjaan 9,4
persen tidak tahu Ingin dialog Kendati demikian, masyarakat menginginkan adanya ruang dialog
terhadap UU Cipta Kerja. Publik menaruh harapan kepada lembaga eksekutif atau legislastif
untuk membuka ruang diskusi bersama berbagai lapisan masyarakat.
Hal ini terlihat dari hasil survei yang menyatakan 39,7 persen responden ingin adanya
perundingan dengan pemerintah dan DPR.
321