Page 182 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 MEI 2020
P. 182
Cecep menyatakan, pembahasan semua klaster, terutama ketenagakerjaan
sebaiknya juga mendengar berbagai kajian dan melibatkan perguruan tinggi secara
masif sehingga terjadi perdebatan ilmiah dalam konteks ini.
"Kalau saya bilang sih, slow but sure," katanya.
Menurut Sekretaris II Persatuan Guru Besar Indonesia (Pergubi) itu, Omnibus Law
dibuat untuk menyederhanakan berbagai peraturan perundang-undangan yang
selama ini terkesan sektoral. Karena itu, jika dibahas tanpa proses yang matang,
bisa saja nanti digugat setelah disahkan dan menimbulkan masalah
berkepanjangan.
Dengan prinsip "slow but sure", Prof Cecep meyakini lebih baik ada yang diubah
sejak awal tapi akhirnya akan menghasilkan produk yang baik, daripada dipaksakan
tapi kemudian membuahkan hasil yang bermasalah atau dianggap merugikan pihak
tertentu.
''Kita sepakat, semua pihak harus mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.
Kalau semangat ini dipegang, pasti akan ada titik temu," tegas Cecep.
Dosen Sesko TNI ini juga menggarisbawahi, produk undang-undang harus
memenuhi tiga aspek, yakni filosofis, sosiologis dan yuridis.
"Apakah sesuai falsafah bangsa, lalu secara sosiologis mengagregasi dan
mengartikulasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Kemudian, secara yuridis
sejauh mana taat regulasi termasuk menjamin adanya kepastian hukum dan rasa
keadilan bagi masyarakat seluruhnya," katanya.
Cecep menilai pemerintah memiliki niat baik untuk menciptakan iklim investasi dan
bisnis yang kondusif, menghindari ekonomi biaya tinggi dan memangkas regulasi
yang menghambat investasi.
Karena itulah, Cecep mendorong komunikasi DPR dengan berbagai pihak harus
intens dalam pembahasan. Hal ini untuk menata ulang substansi-substansi pasal-
pasal yang dianggap masih menyisakan sejumlah persoalan krusial khususnya
klaster ketenagakerjaan.
Pemerintah harus lebih sistematis dan masif agar urgensi RUU Cipta Kerja dapat
dipahami semua pihak.
Page 181 of 203.