Page 78 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 SEPTEMBER 2020
P. 78

BAUNYA NEOLIBERAL, CABUT KLASTER PENDIDIDKAN DARI RUU CIPTA KERJA

              Rancangan  Undang-Undang  Cipta  Kerja  (RUU  Ciptaker)  masih  terus  menuai  polemik  dari
              berbagai  kalangan.  Salah  satunya  untuk  bidang  pendidikan,  yang  di  dalamanya  sangat
              mengkomersilkan  pendidikan  yang  ada  di  negeri  ini.  Pengamat  Pendidikan  Darmaningtyas
              mengatakan, RUU Omnibus Law Ciptaker bertentangan dengan konstitusi pendidikan, yakni di
              mana setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan.

              "Maka pendidikan tidak dapat diperlakukan sebagai komoditas sebagaimana yang dikehendaki
              oleh WTO (World Trade Organization)," jelas Darmaningtyas dalam webinar, Senin (31/8).

              Semangat komersialisasi, privatisasi serta liberalisasi cukup menonjol dalam batang tubuh RUU
              tersebut. Bisa dikatakan bahwa ideolegi yang ditawarkan dalam RUU Ciptaker adalah neoliberal.

              "Diakui atau tidak, ideologinya neoliberal yang seluruh pasalnya (mengutamakan ekonomi) ada
              di  RUU  Ciptaker,  mengabaikan  aspek  kebudayaan  sebagai  pondasi  pendidikan  nasional.
              Pendidikan ditempatkan sebagai tempat usaha, sedangkan ini pendiriannya disebut izin usaha.
              Ini menyesatkan, bagi kita harus dilawan," tegasnya.

              Lalu, ia juga menyampaikan, agar UU Pendidikan Tinggi, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan
              Kedokteran, UU Kebidanan, UU Perfileman dan UU Sistem Pendidikan Nasional dikeluarkan dalam
              pembahasan RUU Ciptaker.

              "Baiknya dikeluarkan dari pembahasan dari batang tubuh RUU Omnibus Law. UU terkait dengan
              pendidikan dan kebudayaan dikeluarkan dari pembahasan Omnibus Law. Silahkan RUU dibahas
              atau menjadi UU, tapi terkait dengan pendidikan dan kebudayaan tolong dikeluarkan," ujarnya.

              Selain itu, kata Darmaningtyas, publik juga bisa melihat dari perubahan Pasal 65 UU Sistem
              Pendidikan  Nasional  (Sisdiknas)  dan  Pasal  90  UU  Pendidikan  Tinggi  (Dikti).  Di  mana  ada
              kaitannya dengan persyaratan lembaga asing mendirikan pendidikan di Indonesia. Jadi karena
              ideologi  RUU  ciptaker,  ideologi  kapitalis  yang  didorong  WTO  maka  nafsu  besarnya  adalah
              menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan dan terbuka untuk investasi
              asing.

              "RUU Ciptaker ini ingin memberikan karpet merah pendidikan asing untuk mendirikan cabang di
              Indonesia," ungkapnya.

              Adapun,  di  kedua  UU  tersebut,  persyaratan  cabang  di  Indonesia  adalah  terakreditasi  di
              negaranya dan harus bekerjasama dengan PTN dan PTS terakreditasi. Namun, di RUU Ciptaker
              diubah.

              "Maka  dibiarkan di  RUU  Omnibus Law  (Ciptaker)  tidak  ada  lagi  persyaratan  itu, ya  lembaga
              pendidikan abal-abal di negara sana pun juga boleh mendirikan atau buka cabang di Indonesia,"
              terangnya.

              Pasal-pasal  tersebut  dihapus  adalah  untuk  memberikan  kebebasan  pendidikan  tinggi  asing
              masuk ke Indonesia. Meskipun, abal-abal atau tidak terakreditasi.

              "Kalau (pasal) itu masih ada, yang terbukti abal-abal di negaranya bisa terjerat hukum. Jadi
              sanksi-sanksi yang ada di RUU Ciptaker ini lebih banyak sanksi administratif, paling penutupan
              aja. Wajar apabila dalam UU ini semua sanksi dihapuskan karena ingin membuka kemudahan
              dalam tenaga asing dan pengajar di Indonesia tanpa mengikuti ketentuan yang ada," imbuhnya.
              Editor : Dimas Ryandi  Reporter : Saifan Zaking   .




                                                           77
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83