Page 32 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 18 AGUSTUS 2020
P. 32
Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pengusaha ingin segera mengesahkan Rancangan
Undang-Undang Cipta Kerja sebagai tiket keluar dari resesi panjang di era pandemi. Namun,
jika dibahas terburu-buru, ketentuan dalam rancangan legislasi sapu jagat itu justru bisa berbalik
menekan konsumsi masyarakat dan kelak mempersulit upaya pemulihan ekonomi nasional
pasca-Covid-19.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja ditargetkan rampung pada September 2020 ini
dengan dalih dibutuhkan untuk pemulihan ekonomi nasional saat pandemi. Relaksasi aturan dan
perizinan investasi dalam omnibus law itu diharapkan bisa meningkatkan arus investasi dan
menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Meski demikian, investasi tak cukup hanya dilihat dari kuantitas dan nilai semata. Ekonom bidang
industri, perdagangan, dan investasi di Institute for Development of Economics and Finance
Ahmad Heri Firdaus, Senin (17/8/2020), mengatakan, investasi yang berkualitas akan lebih
menentukan capaian pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Untuk memberikan dampak signifikan terhadap laju perekonomian nasional, investasi harus
menghasilkan dampak pengganda (multiplier effecf).
Tidak hanya menciptakan lapangan kerja , tetapi juga memperbaiki standar pendapatan dan
kesejahteraan pekerja," ujarnya di Jakarta.
Menurut Heri, selama ini investor tertarik masuk ke Indonesia karena pangsa pasar Indonesia
besar dengan jumlah penduduk yang banyak. Kelebihan Indonesia yang menjadi daya tarik
investor ini seharusnya lebih diperkuat melalui meningkatkan daya beli masyarakat agar
konsumsi semakin kuat.
Namun, pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja justru berpotensi membuat masyarakat pekerja
semakin tidak sejahtera dengan kebijakan upah murah, ketentuan pemutusan hubungan kerja
yang lebih mudah (fleksibilitas tenaga kerja), serta penghapusan hak-hak yang melindungi
pekerja. "RUU ini harus dikaji dengan hati-hati. Jangan hanya mau mengejar cepatnya, tetapi
menciptakan banyak celah yang melenceng dari tujuan awal," katanya.
Konsumsi yang kuat, lanjut Heri, akan berdampak positif pada arus investasi serta meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Sebab, konsumsi rumah tangga masih menjadi motor penggerak utama
produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Pada triwulan 11-2020, ekonomi nasional tumbuh minus 5,32 persen. Konsumsi rumah tangga
yang berkontribusi paling besar terhadap PDB, yaitu sekitar 60 persen, justru tumbuh minus 5,51
persen.
Jalan tengah
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional Ristadi mengatakan, perwakilan serikat pekerja dan
buruh sudah menyampaikan usulan dalam forum tripartit antara buruh, pengusaha, dan
pemerintah, akhir Juli 2020. Dari hasil pembicaraan, masih ada beberapa pasal yang tidak
disepakati. Namun, draf hasil rumusan ter-
baru yang dirapikan pemerintah dari hasil pembahasan tripartit sudah diserahkan ke DPR
"Sepertinya tidak semua usulan dan keberatan kami akan diakomodasi karena akan
diseimbangkan dengan aspirasi dunia usaha," ujarnya.
Selasa ini, tim kerja yang dibentuk antara buruh dan anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta
Kerja akan mulai membahas kluster ketenagakerjaan dalam RUU. Perwakilan serikat pekerja
yang diundang, antara lain, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia, Serikat Pekerja Nasional, serta Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia.
31