Page 177 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 JULI 2020
P. 177
Didik mengatakan, lahirnya RUU Cipta Kerja ini sejak awal sudah menimbulkan kecurigaan
publik yang cukup luas. Karena sudah cacat sejak lahir atau Inkonstitusional. Sebab, sudah
memberikan kewenangan kepada Presiden yang nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945.
"Pemerintah kurang transparan dan tidak memberikan ruang yang cukup bagi partisipasi publik,
khususnya dalam penyusunan naskah akademik," ujar Didik kepada wartawan, Selasa (28/7).
Anggota Komisi III DPR ini mengatakan, selain dianggap tidak transapran, RUU Cipta Kerja ini
juga dinilai sangat pragmatis dan kurang melibatkan partisipasi publik, serta terkesan
pembahasan dan kebutuhannya terburu-buru.
"Saya kawatir ada banyak penumpang gelapnya. Apalagi RUU Cipta Kerja ini sangat tidak
demokratis. Karena atas nama target yang cepat dan atas nama investasi bisa menafikkan
kepentingan, partisipasi dan masukan publik," tambahnya.
Menurutnya, kekhawatiran publik tersebut harus di kelola dengan baik, dengan memberikan
waktu yang lebih banyak lagi untuk mendapatkan masukan dari masyarakat luas secara utuh
dalam pembahasannya. Karena itu, pemerintah dan DPR tidak boleh abai dengan aspirasi
masyarakat, tidak boleh meninggalkan partisipasi publik.
Didik juga mengingatkan, bahwa kepentingan pembuatan UU tumpuan utamanya adalah
kepentingan rakyat, melindungi hak-hak masyarakat, dan bukan sebaliknya untuk keuntungan
segelitir atau sekelompok orang.
"Dengan dalih kepentingan apapun, pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa kepentingan
masyarakat diatas segala-galanya," paparnya.
Oleh karena itu, untuk menjawab kekawatiran publik tersebut pemerintah dan DPR harus
transparan dan melibatkan publik sebanyak mungkin. UU harus dibahas dalam dengan suasana
yang tenang, tanpa harus diburu-buru oleh waktu, apalagi kepentingan.
"Hati-hati! UU yang dibahas secara tidak terbuka, terkesan tertutup dan diburu-buru waktu bisa
melahirkan UU yang tidak pro kepentingan rakyat dan berakhir kepada penolakan. Mudah-
mudahan pemerintah dan DPR tetap memegang teguh nuraninya," pungkasnya.
Editor : Dimas Ryandi .
176

