Page 43 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 JULI 2020
P. 43

Namun, ketika uang pesangon habis, atau bagi mereka yang terkena PHK tanpa pesangon,
              dirumahkan tanpa upah/gaji, tak punya tabungan, tak punya aset untuk dijual, atau tidak punya
              famili  yang bisa  membantu,  mereka  tak  punya pilihan  lain  kecuali  bekerja  (apa  saja),  yang
              penting dapat uang untuk bertahan hidup. Mereka adalah orang-orang yang terlalu miskin untuk
              menganggur. Mereka orang-orang yang secara statistik masuk kategori "pekerja", tetapi tak
              mampu keluar dari jerat kemiskinan.

              Mereka  pekerja  miskin.  Tanpa  bermaksud  menggeneralisasi,  secara  sederhana  keberadaan
              mereka dapat dilihat dalam wujud pelaku sektor informal, khususnya usaha mikro atau ultra-
              mikro.

              Bansos dari pemerintah memang akan membantu, dan secara teori akan menurunkan dorongan
              untuk  mau  "bekerja  apa  saja".  Namun,  nilainya  tetap  terlalu  kecil  untuk  membuat  mereka
              mampu bertahan hidup tanpa bekerja. Artinya meski sudah ada bansos, mereka tetap harus
              bekerja.  Dalam  masa  pandemi,  jumlah  pekerja  miskin  diperkirakan  jauh  lebih  banyak
              dibandingkan jumlah penganggur. Selain lebih banyak jumlahnya, kesejahteraan mereka lebih
              rendah dibandingkan para penganggur. Oleh karena itu, akan kurang tepat kalau perhatian
              pemerintah di bidang ketenagakerjaan hanya terfokus pada para penganggur.

              Perlu sinergi

              Secara  umum  program  pemerintah  untuk  menangani  dampak  Covid,  termasuk  di  bidang
              ketenagakerjaan,  sudah  berada  di  jalur  yang  benar.  Di  satu  sisi,  pemerintah  berusaha
              mendorong  daya  beli  masyarakat  melalui  berbagai  program  bansos.  Di  sisi  lain,  stimulus
              diberikan kepada para pelaku usaha (langsung ataupun tak langsung) agar usaha mereka tetap
              berjalan dan permintaan terhadap tenaga kerja tetap terjaga.

              Yang diperlukan adalah penajaman program yang didasarkan pada detail-detail permasalahan
              di pasar tenaga kerja. Jika nanti ternyata angka pengangguran tak setinggi yang diproyeksikan,
              pemerintah tak boleh "santai" dan menganggap persoalan sudah terpecahkan. Perlu dilihat lebih
              dalam, misalnya, apakah terjadi peningkatan proporsi pekerja informal, apakah terjadi pening-
              katkan jumlah pekerja miskin dsb.

              Mengingat  proporsi  pekerja  informal  di  Indonesia  masih  sangat  besar  (lebih  besar  daripada
              pekerja formal), maka kebijakan ketenagakerjaan tak dapat dilepaskan dari upaya membantu
              pelaku usaha kecil dan mikro yang umumnya berstatus informal. Dalam kondisi demikian, kerja
              sama dan sinergi antar-kementerian/lembaga terkait menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan.



























                                                           42
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48