Page 421 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 NOVEMBER 2020
P. 421

Menanggapi  hal  itu,  Konfederasi  Serikat  Pekerja  Indonesia  (KSPI)  bersama  buruh  Indonesia
              secara tegas menyatakan menolak dan meminta agar undang-undang tersebut dibatalkan atau
              dicabut.

              "Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan
              hampir seluruhnya merugikan kaum buruh," kata Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, kemarin
              dalam rilisnya ke Republika.co.id.

              Menurut kajian dan analisa yang dilakukan KSPI secara cepat setelah menerima salinan UU No
              11 Tahun 2020 khususnya klaster ketenagakerjaan, ditemukan banyak pasal yang merugikan
              kaum buruh. Beberapa pasal tersebut antara lain: Berlakunya Kembali Sistem Upah Murah Hal
              ini  terlihat  dengan  adanya  sisipan  Pasal  88C  Ayat  (1)  yang  menyebutkan  gubernur  wajib
              menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat
              menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

              Penggunaan  frasa  "dapat"  dalam  penetapan  upah  minimum  kabupaten/kota  (UMK)  sangat
              merugikan  buruh.  Karena  penetapan  UMK  bukan  kewajiban,  bisa  saja  gubernur  tidak
              menetapkan UMK. Hal ini akan mengakibatkan upah murah. Kita ambil contoh di Jawa Barat.
              Untuk tahun 2019, UMP Jawa Barat sebesar 1,8 juta. Sedang UMK Bekasi sebesar 4,2 juta. JIka
              hanya ditetapkan UMP, maka nilai upah minimum di Bekasi akan turun.

              Dengan kata lain, berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan kepada rezim upah murah. Hal
              yang sangat kontradiktif, apalagi Indonesia sudah lebih dari 75 tahun merdeka. Apalagi ditambah
              dengan  dihilangkan  upah  minimum  berdasarkan  sektor  pada  wilayah  provinsi  atau
              kabupaten/kota (UMSK dan UMSP), karena UU No 11 Tahun 2020 menghapus Pasal 89 UU No
              13 Tahun 2003.

              Dihilangkannya  UMSK  dan  UMSP  sangat  jelas  sekali  menyebabkan  ketidakadilan.  Bagaimana
              mungkin sektor industri otomotip seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan
              seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai Upah Minimum nya sama dengan perusahan
              baju atau perusahaan kerupuk. Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral
              yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara.

              Oleh karena itu KSPI meminta agar UMK harus tetap ada tanpa syarat dan UMSK serta UMSP
              tidak boleh dhilangkan. Jika ini terjadi, maka akan berakibat tidak ada income security (kepastian
              pendapatan) akibat berlakunya upah murah.

              PKWT atau Karyawan Kontrak Seumur Hidup UU No 11 Tahun 2020 menghilangkan periode
              batas  waktu  kontrak  yang  terdapat  di  dalam  Pasal  59  UU  No  13  Tahun  2003.  Akibatnya,
              pengusaha  bisa  mengontrak  berulang-ulang  dan  terus-menerus  tanpa  batas  periode
              menggunakan PKWT atau karyawan.

              Dengan demikian, PKWT (karyawan kobntrak) bisa diberlakukan seumur hidup tanpa pernah
              diangkat menjadi PKWTT (karyawan tetap). Hal ini berarti, tidak ada job security atau kepastian
              bekerja.

              Padahal dalam UU No 13 Tahun 2003, PKWT atau karyawan kontrak batas waktu kontraknya
              dibatasi maksimal 5 tahun dan maksimal 3 periode kontrak. Dengan demikian, setelah menjalani
              kontrak  maksimal  5  tahun,  maka  karyawan  kontrak  mempunyai  harapan  diangkat  menjadi

                                                           420
   416   417   418   419   420   421   422   423   424   425   426