Page 141 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 FEBRUARI 2021
P. 141
KETIKA SEMAKIN SEDIKIT PEKERJA YANG TERJAMIN AKIBAT PANDEMI
Pandemi terus menerjang tetapi semakin sedikit pekerja yang dijamin oleh negara. Apakah ada
titik terang terkait permasalahan ini? Arientha Ahkmad, seorang jurnalis yang tinggal di Kota
Tangerang, Banten, menerima kado pahit di akhir 2020. Ia harus menghadapi Pemutusan
Hubungan Pekerjaan (PHK) setelah bekerja selama lima tahun di tempat kerja sebelumnya.
Alasannya, perusahaan tersebut mengalami kerugian finansial yang memburuk saat pandemi
COVID-19 menerjang.
Kepahitan yang dialami ibu dari dua anak ini tidak berhenti di situ. Saat hendak mencairkan
Jaminan Hari Tua (JHT), kendati klaim JHT tersebut dapat diproses, tempat kerjanya ternyata
tidak mendaftarkannya kepada Jaminan Pensiun (JP) yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan
(BPJS TK) maupun asuransi swasta. Selain itu, PHK yang dialaminya berpotensi menonaktifkan
kepesertaan BPJS TK nya.
Padahal, menurut Arientha, ketersediaan jaminan sosial bagi pekerja dan asuransi sejenis
sangatlah penting, apalagi untuk pekerja yang sudah beranak. "[Jaminan sosial] ngasih
reassurance kan kalau kita lagi kerja dan terjadi apa-apa, keluarga yang ditinggalkan tetap dapat
support secara materi," jelas Arientha.
Arientha adalah contoh bagaimana jutaan pekerja lainnya di Indonesia harus bergulat dengan
dampak dari pandemi, termasuk potensi untuk kehilangan jaminan sosial mereka. Data
Kementerian Ketenagakerjaan per 31 Agustus 2020 menunjukkan bahwa ada sekitar 1,15 juta
pekerja formal yang dirumahkan dan hampir 387 ribu pekerja yang di-PHK. Sementara itu, ada
633,421 pekerja sektor informal yang terdampak pandemi COVID-19.
Peserta Makin Sedikit? Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada Rapat Kerja dengan Komisi
IX DPR, Senin (18/1/2021) mengungkap penurunan kepesertaan BPJS TK dikarenakan "ada
banyak sekali perusahaan-perusahaan yang terdampak pademi COVID-19." Penurunan yang
serupa juga terlihat untuk kepesertaan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Jaminan
Kematian (JKM), Jaminan Pensiun (JP) dan JHT yang dikelola oleh BPJS TK.
Sebagai contoh, sebanyak 51,7 juta pekerja telah terdaftar sebagai peserta BPJS
Ketenagakerjaan hingga akhir Desember 2020, berkurang jika dibandingkan dengan 2019 yang
sebesar 55,2 juta. Angka di tahun 2020 ini juga baru mencakup sekitar 37 persen dari total
angkatan kerja sebanyak 138,22 juta orang yang terdaftar di survei Ketenagakerjaan Nasional
(Sakernas) per Agustus 2020.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar kepada Tirto, Rabu (20/1/2020) mengatakan,
krisis ekonomi karena pandemi menyebabkan jumlah PHK menjadi besar, sehingga pekerja pun
kehilangan kepesertaan di BPJS TK dan jaminan sosial tenaga kerja, kecuali JHT dan JP.
Perusahaan yang menunggak pembayaran BPJS TK lebih dari tiga bulan juga menyebabkan
kepesertaan pekerja menjadi non-aktif.
Sebaliknya, ia menjelaskan bahwa penurunan kepesertaan JHT terjadi karena adanya penarikan
lebih awal saat di-PHK yang diperbolehkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan no.19/2015,
ungkap Timboel. Ia juga menyebut pencairan pekerja usia pensiun yang di-PHK dan
meninggalnya peserta sebagai beberapa alasan penurunan kepesertaan JP.
Menurut Timboel, upaya relaksasi iuran BPJS TK sepanjang Agustus 2020-Januari 2021 belum
membantu perusahaan yang terdampak pandemi. Hal ini dikarenakan relaksasi tersebut
mensyaratkan pengusaha untuk melunaskan tunggakan mereka per 31 Juli 2020, meskipun
jumlah perusahaan yang terdampak COVID-19 meningkat.
"Harusnya persyaratan tersebut lebih dipermudah sehingga perusahaan yg nunggak bisa ikut
program relaksasi. Dampaknya pekerja tetap terdaftar di BPJS TK," ucap Timboel.
140

