Page 46 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 NOVEMBER 2020
P. 46

Tanpa  mau  menuduh,  Sarman  mengucapkan  terima  kasih  atas  anggapan  itu.  Yang  jelas,  ia
              merasa, para pengusaha sudah mengambil langkah mundur untuk menyesuaikan diri dengan
              pandemi ini. "Pandemi membuat pengusaha terpuruk. Potensi bangkrut dan PHK ada di mana-
              mana," ujarnya saat wawancara dengan Heru Triyono dan fotografer Aminudin Azis di gedung
              Sahid Sudirman Centre, Kamis sore (5/11/2020).

              Dus, Sarman adalah orang lawas di dunia usaha. Pria berusia 65 ini memegang beberapa jabatan
              strategis. Selain di HPPI, ia merupakan komisaris di PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan
              PT. Delta Djakarta Tbk. Ia pun aktif di Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PB
              PRSI) sebagai ketua umum dan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI).

              Sore itu ia memasang ekspresi serius di wajahnya. Kami duduk berhadapan di meja kerjanya,
              dekat jendela yang menghadap ke Intiland Tower. Selama satu jam ia menjawab pertanyaan
              tentang kebijakan asimetris upah di Jakarta hingga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun
              2015  tentang  pengupahan.  Berikut  kutipannya:  Klise.  Kenaikan  UMP  pada  saat  pandemi
              memberatkan pengusaha? Sudah jelas. Delapan bulan pandemi ini telah membuat pengusaha
              terpuruk. Omset turun drastis, dan akan jadi beban lagi jika UMP naik.
              Beban yang teramat berat meski ada sejumlah stimulus dari pemerintah.

              Tapi kan sudah ada keringanan juga untuk iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk para pengusaha?
              Iya, permohonan keringanan itu juga sudah kami lakukan. Tetap saja banyak yang tumbang.

              Kalau dibebani lagi dengan UMP naik ya sama dengan mendorong pengusaha semakin terpuruk.

              Memang, sektor-sektor tertentu justru produktif di masa pandemi. Tapi kan itu tidak banyak.
              Kalau bicara secara umum, dunia usaha memang lagi sulit.

              Cash flow- nya itu sudah amat terganggu. Bertahan saja sudah syukur.
              Bicara  upah  Jakarta  yang  naik  3,27  persen,  apakah  formula  perhitungan  UMP-nya  memang
              mengacu  pada  kebutuhan  hidup  layak  (KHL)  masyarakat?  Begini.  Kenaikan  UMP  itu  harus
              didasari rumusan dari PP 78 tahun 2015. Yaitu UMP tahun berjalan dikali dengan inflasi dan
              pertumbuhan ekonomi tahun 2020.

              Nah, kalau murni pakai rumus ini, harusnya kenaikan UMP di beberapa provinsi itu sama. Karena
              apa? Ya dasarnya PP 78 tadi.

              Inflasi dan pertumbuhan ekonomi kan sama seluruh Indonesia. Satu saja angkanya. Tidak beda.

              Bukannya disesuaikan juga dari sisi kemampuan dunia usaha di provinsi tersebut? Itu juga. Tapi
              kan  situasinya  lagi  sulit.  Kalau  sedang  baik,  pengusaha  tidak  masalah  jika  UMP  naik.  Asal
              menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi tadi.

              Angka  3,27  persen  terlalu  tinggi?  Itu  sangat  signifikan  bagi  pengusaha  yang  karyawannya
              puluhan ribu. Naik satu persen saja sudah pasti kesulitan.
              Kalau  melihat  kebijakan  asimetris  Pemerintah  Jakarta  kan  sejumlah  sektor  usaha  yang
              terdampak Covid-19 tidak naik.

              Boleh dikatakan Jakarta lebih bijak soal upah naik ini. Itu yang jadi pembeda Jakarta dengan
              kenaikan upah di daerah lain. Ya mari kita kawal.

              Saya berharap dinas tenaga kerja langsung saja menetapkan sektor-sektor mana yang memang
              terdampak.




                                                           45
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51