Page 70 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 DESEMBER 2021
P. 70
Ambika mangkir dalam sidang itu. Jaksa penuntut umum, sebagai yang mengajukan banding,
kemudian mengeluarkan perintah penangkapan terhadapnya.
Bagaimanapun, aktivis pekerja migran dari Migrant Care, Anis Hidayah, ragu nota kesepahaman
Indonesia dan Malaysia akan efektif mencegah kasus yang serupa dengan Adelina Lisao.
"Instrumen hukum sangat ditentukan oleh pihak yang terikat. MoU itu akan menjadi 'macan
kertas' kalau tidak dijalankan oleh kedua negara," ujar Anis.
"Memang kesepakatan itu mensyaratkan prinsip-prinsip baik, tapi itu tidak cukup kalau tidak ada
keinginan politik dari Indonesia dan Malaysia untuk menjalankannya," tuturnya.
Menurut Anis, perlindungan pekerja migran mencakup banyak hal. Prosesnya, kata dia, dimulai
sejak pekerja berangkat dari rumahnya di Indonesia sampai akhirnya mereka pulang dari
Malaysia.
Di sisi lain, selama ini banyak pekerja migran tidak memahami hak yang tertuang dalam kontrak
mereka. Akibatnya, nasib pekerja di perantauan bergantung pada perangai majikan.
Konsekuensi hukum atas pelanggaran kontrak kerja, menurut Anis, lantas tidak memiliki
konsekuensi hukum apapun. Gugus tugas yang sebelum ini sudah dibentuk Indonesia dan
Malaysia pun dianggapnya tidak berfungsi maksimal.
"Kalau ketemu majikan yang baik, mereka akan selamat. Kalau tidak, ya mereka tidak selamat.
"Jadi tidak berarti MoU itu tidak penting, tapi bagaimana masing-masing negara mematuhi
kesepakatan itu," ujarnya.
Merujuk sejumlah kasus kekerasan pekerja migran yang pernah terjadi, Anis menanggap
pemerintah Malaysia tidak serius mengatasi persoalan ini. Dalam penyusunan nota kesepahaman
terbaru pun, kata dia, Malaysia kerap mengulur tenggat.
"Kemauan politiknya rendah. Mereka hanya ingin mendapatkan untung, bahwa kebutuhan
pekerja di perusahaan sawit dan konstruksi serta rumah tangga masyarakat mereka terpenuhi.
Perlindungan jadi prioritas kesekian," ujarnya.
Dalam keterangan tertulis 7 Desember lalu, Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia,
menyatakan pembahasan MoU dengan Indonesia sejauh ini berjalan lancar.
Salah satu poin yang selama ini diperdebatkan adalah permintaan Indonesia bahwa 'satu pekerja
rumah tangga hanya boleh memiliki satu tugas'.
Malaysia menyebut Indonesia bersedia mengubah kausal itu menjadi 'satu pekerja dapat bekerja
di rumah tangga yang maksimal terdiri dari enam orang'.
Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia periode tahun 2018-2020, M Kulasegaran, menyebut
pihaknya juga sudah berupaya melindungi pekerja migran Indonesia lewat sejumlah inisiatif.
"Semasa Partai Pakatan Harapan menguasai pemerintahan, kami sudah berbicara dengan
kelompok advokasi, pekerja migran, dan perwakilan majikan," ujarnya.
"Kami menilai perlu ada aturan khusus untuk memberi perlindungan pada pekerja migran di
sektor domestik.
"Yang kami atur adalah masa kontrak kerja, kewajiban majikan melaporkan pembayaran gaji
bulanan, dan asuransi.
69