Page 61 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 DESEMBER 2020
P. 61
pensiun? Apakah dapat, dikompensasikan (ioffset) sebagai kewajiban pesangon pengusaha
kepada pekerja di UU Cipta Kerja?
Dalam konteks ini, penting disampaikan bahwa penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) UU Cipta
Kerja pun mengatur tentang besaran imbalan pesangon pekerja yang dikaitkan dengan
penyelenggaraan program pensiun yang bersifat sukarela.
Artinya, PP yang sedang disusun harusnya tetap mengakomodasi tentang diperkenankannya
menggunakan manfaat program pensiun yang diperoleh dari DPPK dan DPLK sebagai bagian
dari pemenuhan uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang
penggantian hak (UPH) saat pekerja mencapai usia pensiun atau terkena pemutusan hubungan
kerja (PHK).
Secara konkret, peraturan pemerintah setidaknya perlu mencantumkan kalimat "Dalam hal
pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun, manfaat pensiun yang
diperoleh dari program pensiun tersebut setelah dikurangi dengan akumulasi iuran yang dibayar
oleh pekerja/buruh beserta hasil pengembangannya, bila ada, dapat diperhitungkan sebagai
bagian dari pemenuhan kewajiban pengusaha terhadap pembayaran uang pesangon dan/ atau
uang penghargaan masa kerja untuk semua jenis pemutusan hubungan kerja".
Setidaknya ada tiga alasan pentingnya pesangon di UU Cipta Kerja dikaitkan dengan program
pensiun sukarela yang telah ada, yaitu: Pertama, saat ini terdapat 231 lembaga penyelenggara
program pensiun, baik Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) maupun Dana Pensiun Lembaga
Keuangan (DPLK) yang mengelola aset lebih dari Rp 286 triliun dan melayani lebih dari 4,3 juta
peserta.
Kedua, tanpa adanya pengaturan dan penegasan dalam Peraturan Pemerintah terkait pesangon
maka pengusaha yang telah menyelenggarakan program pensiun berpotensi terbebani dengan
pengeluaran ganda. Dikarenakan aset yang sudah terhimpun melalui program pensiun sukarela
selama bertahun-tahun tidak dapat digunakan dan pengusaha masih harus membayar uang
pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja.
Ketiga, apabila pesangon dalam UU Cipta Kerja tidak dikaitkan dengan program pensiun maka
ada potensi pengusaha dihadapkan pada keadaan tidak dapat menggunakan dananya untuk
kompensasi terhadap kewajiban pembayaran UP, UPMK, dan UPH.
Aturan pesangon untuk pekerja atau buruh sesungguhnya bukan hal yang baru. UU Cipta Kerja
pun hanya merevisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalihnya, karena aturan dan besaran
pesangon yang lama dianggap memberatkan pengusaha sehingga investor tidak mau investasi
di Indonesia karena tingginya beban biaya perusahaan. Tentu, alasan yang dapat diterima walau
tidak sepenuhnya benar.
Pendanaan pesangon
Manis dipahami, pesangon adalah kewajiban pengusaha yang telah mempekerjakan pekerja
Maka saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pensiun, uang pesangon pekerja harus
tersedia dan siap dibayarkan.
Terlepas dari besaran pesangon yang akan diatur dalam PP, pengusaha harus membayarkannya.
Karena itu, kesadaran pengusaha untuk mulai mendanakan uang pesangon pekerja menjadi
penting. Bila perlu, uang pesangon dapat didanakan secara terpisah dari sistem keuangan
perusahaan, bukan hanya "dibukukan".
60