Page 80 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 DESEMBER 2020
P. 80

Secara  konkret,  peraturan  pemerintah  setidaknya  perlu  mencantumkan  kalimat  Dalam  hal
              pengusaha  telah  mengikutsertakan  pekerja/buruh  dalam  program  pensiun  sesuai  dengan
              ketentuan  peraturan  perundang-undangan  di  bidang  dana  pensiun,  manfaat  pensiun  yang
              diperoleh dari program pensiun tersebut setelah dikurangi dengan akumulasi iuran yang dibayar
              oleh  pekerja/buruh  beserta  hasil  pengembangannya,  bila  ada,  dapat  diperhitungkan  sebagai
              bagian dari pemenuhan kewajiban pengusaha terhadap pembayaran uang pesangon dan/atau
              uang penghargaan masa kerja untuk semua jenis pemutusan hubungan kerja.

              Setidaknya ada tiga alasan pentingnya pesangon di UU Cipta Kerja dikaitkan dengan program
              pensiun sukarela yang telah ada, yaitu:, saat ini terdapat 231 lembaga penyelenggara program
              pensiun, baik Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) maupun Dana Pensiun Lembaga Keuangan
              (DPLK) yang mengelola aset lebih dari Rp 286 triliun dan melayani lebih dari 4,3 juta peserta.

              , tanpa adanya pengaturan dan penegasan dalam Peraturan Pemerintah terkait pesangon maka
              pengusaha  yang  telah  menyelenggarakan  program  pensiun  berpotensi  terbebani  dengan
              pengeluaran ganda. Dikarenakan aset yang sudah terhimpun melalui program pensiun sukarela
              selama  bertahun-tahun  tidak  dapat  digunakan  dan  pengusaha  masih  harus  membayar  uang
              pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja.

              apabila  pesangon  dalam  UU  Cipta  Kerja  tidak  dikaitkan  dengan  program  pensiun  maka  ada
              potensi  pengusaha  dihadapkan  pada  keadaan  tidak  dapat  menggunakan  dananya  untuk
              kompensasi terhadap kewajiban pembayaran UP, UPMK, dan UPH.
              Aturan pesangon untuk pekerja atau buruh sesungguhnya bukan hal yang baru. UU Cipta Kerja
              pun hanya merevisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalihnya, karena aturan dan besaran
              pesangon yang lama dianggap memberatkan pengusaha sehingga investor tidak mau investasi
              di Indonesia karena tingginya beban biaya perusahaan. Tentu, alasan yang dapat diterima walau
              tidak sepenuhnya benar.

              Harus dipahami, pesangon adalah kewajiban pengusaha yang telah mempekerjakan pekerja.
              Maka saat terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pensiun, uang pesangon pekerja harus
              tersedia dan siap dibayarkan.

              Terlepas dari besaran pesangon yang akan diatur dalam PP, pengusaha harus membayarkannya.
              Karena  itu, kesadaran  pengusaha  untuk  mulai mendanakan  uang  pesangon  pekerja  menjadi
              penting.  Bila  perlu,  uang  pesangon  dapat  didanakan  secara  terpisah  dari  sistem  keuangan
              perusahaan, bukan hanya dibukukan.

              Realitasnya,  banyak  pekerja  tidak  mendapatkan  hak  uang  pesangon  saat  terjadi  PHK.  Uang
              pesangon  pekerja  tidak  dibayarkan  karena  dananya  tidak  tersedia.  Itulah  titik  krusial  uang
              pesangon. Bukan di regulasi tapi di kepatuhan terhadap aturan.

              Oleh  karena  itu,  UU  Cipta  Kerja  yang  baru  seharusnya  pemerintah  fokus  pada  upaya
              implementasi  pendanaan  dan  pembayaran  pesangon.  Apakah  setiap  pengusaha  atau
              perusahaan sudah benar-benar mendanakan uang pesangon? Karena bila tidak, pesangon akan
              tetap jadi momok bagi pekerja dan selalu jadi masalah yang tidak kunjung selesai.

              Soal kepatuhan pengusaha dalam membayar pesangon pekerja yang di-PHK menjadi penting
              ditegakkan  di  UU  Cipta  Kerja.  Data  Kementerian  Ketenagakerjaan  pada  2019  menyebutkan
              hanya 27% pengusaha yang memenuhi pembayaran kompensasi sesuai dengan ketentuan UU
              13/2003.  Sisanya,  73%  tidak  melakukan  pembayaran  kompensasi  PHK  sesuai  dengan  UU
              Ketenagakerjaan.

              Bahkan  laporan  World  Bank  yang  mengutip  data  Survei  Angkatan  Kerja  Nasional  BPS  2018
              menyatakan 66% pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai aturan, 27% pekerja


                                                           79
   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85