Page 234 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 DESEMBER 2020
P. 234
dianggap berkinerja buruk dan harus diganti adalah: Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly,
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri
Agama Fachrul Razi, Menteri KKP Edhy Prabowo, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, Menteri
Sosial Juliari Batubara, Menkop dan UKM Teten Masduki, Menpora Zainuddin Amali, Menteri
BUMN Erick Thohir, dan Mendikbud Nadiem Makarim.
Pada 28 Oktober, IPO kembali merilis hasil survei yang secara garis besar membahas kinerja
kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin dan potensi perombakan. Survei itu merekam enam kementerian
dengan kinerja paling buruk berdasarkan persepsi publik: Kementerian Agama, Kementerian
ATR/BPN, KemenPPPA, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan, dan
Kementerian Hukum dan HAM.
Di survei yang sama, lima menteri teratas yang layak diganti: Terawan Agus Putranto, Johnny
G. Plate, Yasonna Laoly, Syahrul Yasin Limpo, dan Nadiem Makarim.
Mengapa Terlambat Pengajar ilmu politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin
menilai langkah Jokowi merombak kabinet sangat telat. Alasan keterlambatan tersebut tak lain
faktor politis.
"Kemarin-kemarin Jokowi tak berani eksekusi reshuffle karena penilaiannya sangat politis dan
cenderung subjektif. Dan jika politis dan subjektif, menteri hanya dimarah-marahi dan menteri
berkinerja buruk pun tak diganti," kata Ujang saat dihubungi wartawan Tirto, Selasa siang.
Drama Reshuffle Kabinet dan Partai yang Ramai-Ramai Pasang Badan Koordinator Lingkar
Masyarakat Madani (Lima) Ray Rangkuti menduga kasus Juliari dan Edhy membulatkan tekad
Jokowi untuk merombak kabinet.
"Hampir semua menteri Jokowi yang berurusan dengan masalah hukum karena korupsi atau
dugaan korupsi dan suap adalah menteri dari partai. Lebih dari cukup jadi pelajaran bagi Presiden
betapa rentan anggota kabinet dari partai ini termakan suap atau korupsi," kata Ray lewat
keterangan pers, Selasa pagi.
Oleh karena itu ia mendesak Jokowi agar lebih banyak menempatkan kalangan profesional non-
partai sebagai menteri. "Komposisi kabinet dengan mayoritas wakil partai, faktanya, lebih banyak
membuat Presiden berkeluh kesah." Apa yang dimaksud "politis" oleh Ujang dan Ray juga diamini
oleh Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana.
Sebelum kemarin, kata Adit, Jokowi harus melihat banyak sisi untuk mencopot menteri-menteri
yang berkinerja buruk, terutama dari kalangan koalisi partai.
"Kalau Pak Jokowi bilang enggak suka dengan kinerja menteri tersebut, enggak bisa langsung
memecat. Pertimbangan politik sangat dalam. Ada keseimbangan koalisi partai pemerintah,
representasi kelompok-kelompok tertentu yang harus diakomodasi, etnis tertentu juga. Jadi
enggak mudah," kata Adit, Selasa siang.
233