Page 85 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2020
P. 85

Mengacu draf RUU Cipta Kerja versi 12 Oktober 2020 pagi, tebalnya 1.035 halaman, ada delapan
              poin dalam kluster ketenagakerjaan yang substansinya berubah jika dibandingkan dengan draf
              versi 5 Oktober 2020 yang 905 halaman.

              Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, tim Kementerian
              Ketenagakerjaan dilibatkan dalam proses merapikan redaksional draf terbaru dengan DPR Proses
              itu dilakukan sepekan terakhir setelah RUU Cipta Kerja disetujui untuk disahkan menjadi UU di
              Rapat Paripurna DPR, Senin (5/10).



              PASAL BERUBAH DI DETIK AKHIR

              Sejumlah  pasal  RRUU  Cipta  Kerja  di  kluster  ketenagakerjaan  berubah  di  detik-detik  akhir.
              Perubahan terjadi di beberapa substansi yang sebelumnya diprotes oleh kalangan buruh.
              Substansi kluster ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja berubah di
              detik-detik akhir. Senin (12/10/2020), menjelang diserahkan kepada Presiden. Perubahan itu
              dinilai menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dan DPR dalam mengatur kehidupan berbangsa
              dan bernegara.

              Mengacu draf RUU Cipta Kerja versi 12 Oktober 2020 pagi, tebalnya 1.035 halaman, ada delapan
              poin dalam kluster ketenagakerjaan yang substansinya berubah jika dibandingkan dengan draf
              versi 5 Oktober 2020 yang 905 halaman.
              Kedelapan  poin  itu,  antara  lain,  soal  istirahat/cuti  panjang,  aturan  pengenaan  denda  bagi
              pengusaha yang terlambat membayar upah dan bagi buruh yang melakukan pelanggaran yang
              disengaja, serta penegasan bahwa Dewan Pengupahan memberikan saran dan pertimbangan ke
              pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan upah.
              Ada  pula  ketentuan  tambahan  tentang  alasan  pemutusan  hubungan  kerja  (PHK),  ketentuan
              pembayaran pesangon, sanksi untuk buruh yang mogok kerja, penegasan bahwa iuran jaminan
              kehilangan pekerjaan (JKP) akan dibayarkan oleh pemerintah pusat, serta penegasan bahwa JKP
              akan diberikan paling banyak enam bulan upah.

              Sejumlah substansi itu merupakan sebagian poin-poin yang sebelumnya diprotes oleh buruh.
              Aturan pesangon, misalnya, pada Pasal 156 dalam draf versi 5 Oktober disebutkan, pemberian
              pesangon  saat  PHK  diberikan  "paling  banyak"  19  kali  upah  sesuai  masa  kerja.  Mengacu
              ketentuan UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, perhitungan pesangon diberikan "paling
              sedikit" 19 kali upah sesuai lama masa kerja.

              Sementara dalam draf RUU versi 12 Oktober pagi, frasa "paling banyak" dihapus.

              Sebagai gantinya, Pasal 156 di draf itu berbunyi, uang pesangon diberikan "dengan ketentuan"
              19 kali upah sesuai masa kerja.

              Isu lain mengenai PHK. Draf versi 12 Oktober pagi juga memunculkan ketentuan tambahan lebih
              detail di Pasal 154A Ayat (1) mengenai alasan PHK. Draf itu memasukkan lagi aturan bahwa
              pengusaha harus memberi tiga kali surat peringatan sebelum mem-PHK pekerja. Sebelumnya,
              di draf yang dibawa ke paripurna, ketentuan dalam Pasal 161 UU Ketenagakerjaan itu dihapus.

              Hal lain yang berubah dalam draf versi 12 Oktober pagi adalah buruh tetap bisa menggugat dan
              memohon  di-PHK  ke  pengadilan  hubungan  industrial  jika  pengusaha  merugikan  mereka.
              Sejumlah perubahan itu muncul setelah RUU Cipta Kerja disetujui untuk disahkan menjadi UU
              pada Senin (5/10), memantik aksi unjuk rasa penolakan di sejumlah daerah pada 6-8 Oktober



                                                           84
   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90