Page 25 - E-Modul Statistika Pendidikan
P. 25
atau
R = (10 - 5 ) + 1
= ( 5 ) + 1
= 6
Berikut, disajikan contoh menghitung R dari tabel 2.2 dan tabel 2.3.
1) Menghitung rentangan (R) Tabel 2 di atas.
Diketahui: Xt = 10
Xr = 5
R = ( Xt – Xr) + 1
= (10 – 5) + 1
= 6
2) Menghitung rentangan (R) Tabel 3 di atas.
Diketahui: Xt = 40
Xr = 20
R = ( Xt – Xr ) + 1
= ( 40 – 20 ) + 1
= 21
Catatan:
1. Jika suatu tabel data memiliki rentangan (R) lebih kecil atau sama dengan 15
(R < 15), maka sebaiknya data tersebut disusun ke dalam tabel distribusi
frekuensi tunggal.
2. Jika suatu tabel data memiliki rentangan (R) lebih besar dari 15 (R > 15),
maka sebaiknya data tersebut disusun ke dalam tabel distribusi frekuensi
bergolong.
Berdasarkan perhitungan rentangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
data yang ada pada Tabel 2 sebaiknya disusun ke dalam tabel distribusi
frekuensi tunggal. Sedangkan data yang ada pada Tabel 3 sebaiknya disusun ke
dalam tabel distribusi frekuensi bergolong.
Penyusunan data Tabel 2 dan Tabel 3 disajikan ke dalam tabel distribusi
frekuensi berikut.
Tabel 4 Tabel Distribusi Frekuensi Tunggal
Skor (X) Jari-jari Frekuensi (f)
(1) (2) (3)
10 / 1
9 /// 3
8 ///// / 6
7 //// //// 9
6 //// /// 8
5 /// 3
Jumlah N = 30
Keterangan: N = banyaknya subjek/total frekuensinya.
Dalam penyusunan tabel distribusi bergolong untuk data Tabel 2.3,
ditempuh langkah-langkah sebagai berikut.
b. Menentukan lebar kelas interval dengan rumus sebagai berikut.
Interval maksimal (i-maks):
19