Page 22 - Buletin Kembali ke Sekolah Biru Kehijauan dan Putih
P. 22
Siswa sekarang cendrung meniru sosok yang tidak pantas, siswa cendrung meniru
habis-habisan sosok yang diidolakan seperti bintang film barat , artis top dunia yang suka
gonta ganti pasangan yang budayanya sangat bertentangan dengan kultur budaya
Indonesia.
Kebiasaan main game online, fenomena selama ini dimana-mana siswa lebih banyak
memegang HP di tangan daripada buku. Padahal mereka tidak menyadari terlalu sering
main game HP online bisa berakibat sangat berbahaya bagi perkembangan pola pikir
mereka. Mereka lebih terpana ,terpesona,tersedot perhatiannya pada game-game baru
seperti mobile legend, free fire, minecraft, Game player unknown’s Battlegrounds (PUBG)
dan mobile yang lebih menarik dan menantang daripada membahas pelajaran.
Bila zaman dulu, guru leluasa bisa memukul siswa dengan rotan karena sudah
berulang kali diingati tidak didengar. Zaman sekarang, dilema bagi guru. Tidak boleh lagi
main tangan dan melakukan kekerasan baik verbal maupun fisik karena dianggap
melanggar HAM anak. Ujung-ujungnya guru menjadi frustasi. Sebagai guru harga dirinya
jatuh dimata murid. Banyak guru akhirnya memilih masa bodoh dan cuek. Mereka hanya
berfikir yang penting sudah mengajar, masa bodoh dengan tingkah laku anak.
Padahal dalam suatu hadits kita disuruh memukul anak jika perintah shalat tidak mau
dilakukan anak yang sudah berumur 10 tahun. Rasullullah SAW bersabda
“Perintahkanlah anak-anak mu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah jika
enggan melakukan shalat bila telah berusia sepuluh tahun,serta pisahkan lah tempat tidur
diantara mereka” (HR.Abu Dawud).
Dalam kultur Indonesia, hubungan guru dengan siswa sesungguhnya tidak hanya
terjadi pada saat sedang melaksanakan tugas atau selama berlangsungnya pemberian
pelayanan pendidikan.Meski seorang guru sedang dalam keadaan tidak menjalankan
tugas, atau sudah lama meninggalkan tugas (purna bhakti), hubungan dengan siswanya
(mantan siswa) relative masih terjaga. Meski secara formal, tidak lagi menjalankan tugas-
tugas keguruannya, tetapi hubungan bathiniah antara guru dengan siswanya masih
relative kuat.
Dalam keseharian kita melihat kecendrungan. Siswa zaman dulu (era tahun delapan
puluhan), begitu respek (rasa hormat) pada gurunya sekalipun dia sudah meraih
kesuksesan hidup yang jauh melampaui dari gurunya, baik dalam jabatan, kekayaan atau
ilmu pengetahuan, dalam hati kecilnya akan terselip rasa hormat (respek) yang di
ekspresikan dalam berbagai bentuk, misalnya :senyuman, sapaan, cium tangan,
menganggukan kepala hingga memberi kado tertentu yang sudah pasti bukan dihitung
dari nilai uangnya.. Inilah kebahagiaan seorang guru , ketika masih sempat menyaksikan
putra putri didiknya meraih kesuksesan hidup.
Dari analisa penulis, ada perbedaan yang sangat kentara, antar siswa era tahun delapan
puluhan dengan siswa di zaman milenial sekarang ini. Siswa era delapan puluhan
cendrung, lebih perhatian pada gurunya,jika ada guru yang sakit,
H A L A M A N 1 9