Page 41 - E-Modul Pembelajaran Final
P. 41
Ketika memasuki masa pubertas, wanita akan mengalami perubahan hormon
yang dapat menyebabkan oosit primer kembali melanjutkan meiosis tahap
pertamanya. Meiosis I ini akan menghasilkan dua sel yang ukurannya berbeda satu
sama lain. Sel oosit yang memiliki ukuran yang normal (besar) disebut dengan oosit
sekunder, sedangkan sel yang memiliki ukuran lebih kecil disebut dengan badan polar
pertama (polosit primer).
Kemudian, oosit sekunder ini akan melanjutkan prosesnya ke tahap meiosis II.
Hanya saja pada meiosis II, proses pembelahannya tidak langsung diselesaikan sampai
ke tahap akhir, melainkan akan terhenti hingga terjadi ovulasi. Jika fertilisasi tidak
terjadi, oosit sekunder akan mengalami degenerasi melalui proses menstruasi. Namun
jika terdapat penetrasi sperma/spermatozoa, maka meiosis II pada oosit sekunder
akan dilanjutkan kembali. Pada akhirnya, meiosis II ini akan menghasilkan satu sel
besar yang disebut dengan ootid dan satu sel kecil yang disebut dengan badan polar
kedua (polosit sekunder). Badan polar pertama (polosit primer) juga membelah
menjadi badan polar kedua. Akhirnya terdapat tiga badan polar dan satu ootid yang
akan tumbuh menjadi ovum dari proses oogenesis pada setiap satu oogonium.
Oosit dalam oogonium berada di dalam suatu folikel telur. Folikel telur (folikel)
adalah sel pembungkus penuh cairan yang mengelilingi ovum. Folikel memiliki fungsi
dalam menyediakan sumber makanan bagi oosit. Folikel juga mengalami perubahan
sejalan dengan perubahan oosit primer menjadi oosit sekunder hingga terjadi ovulasi.
Folikel primer muncul pertama kali untuk menyelubungi oosit primer, selama tahap
meiosis I pada oosit primer, folikel primer akan berkembangan menjadi folikel
sekunder. Kemudian, pada saat terbentuk oosit sekunder, folikel sekunder akan
menjadi folikel tersier. Pada masa ovulasi, folikel tersier akan berkembang menjadi
folikel de Graaf (folikel matang). Setelah oosit sekunder lepas dari folikel, folikel akan
berubah menjadi korpus luteum. Jika fertilisasi tidak terjadi, korpus luteum akan
mengkerut menjadi korpus albikan (Judha, 2016: 153-154).
29