Page 45 - E-Modul Pembelajaran Final
P. 45
bersifat basa. Lendir tersebut berfungsi untuk menetralkan sifat asam pada serviks
agar lebih mendukung kelangsungan hidup sperma (Judha, 2016: 156).
c. Fase Ovulasi
Saat akan memasuki fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 akan terjadi
perubahan hormon. Peningkatan kadar hormon estrogen selama fase pra-ovulasi
menyebabkan reaksi umpan balik negatif atau penghambatan pengeluaran
hormon FSH oleh hipofisis. Penurunan kadar FSH menyebabkan hipofisis
melepaskan LH. Hormon LH akan merangsang pelepasan oosit sekunder dari
folikel de Graaf. Pada saat ini lah disebut ovulasi, yaitu terjadinya pelepasan oosit
sekunder dari folikel de Graaf yang siap dibuahi oleh sel sperma/spermatozoa.
Umumnya ovulasi terjadi di hari ke-14 (Judha, 2016: 157).
d. Fase Pasca-Ovulasi
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang telah ditinggalkan oleh oosit
sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan mulai mengkerut berubah menjadi
korpus luteum. Korpus luteum tetap memproduksi estrogen (hanya saja tidak
sebanyak folikel de Graaf) dan hormon progesteron. Hormon progesteron
mendukung kerja hormon estrogen dalam menebalkan dinding uterus
(endometrium) sekaligus menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada
endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan
kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi hormon progesteron dan
estrogen tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada
uterus apabila fertilisasi terjadi.
Fase pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 hingga hari ke-28. Namun,
apabila pada sekitar hari ke-26 tidak terjadi fertilisasi, korpus luteum akan berubah
menjadi korpus albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan yang rendah dalam
memproduksi hormon estrogen dan progesteron, sehingga kadar hormon
estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis menjadi aktif
untuk melepaskan FSH dan kemudian LH, sehingga fase pasca-ovulasi akan
tersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya membentuk siklus
(Judha, 2016: 157).
33