Page 35 - Tokoh Pemikir Karakter Bangsa
P. 35

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA




                 Penutup
                        Begitulah  dengan  menempatkan  seruan  atau  anjuran  yang
                mereka  sampaikan    dalam  konteks  kekinian  maka  semua  skenario
                dalam  usaha  pembentukan    “karakter  bangsa”yang  sesuai  dengan
                tuntutan  zaman  akan  bisa  juga  dirumuskan.  Bagaimanakah  seruan
                atau anjuran serta pendapat mereka tentang “karakter bangsa” bisa
                diwujudkan  dalam  realitas  kekinian  setelah  berbagai  corak
                pengalaman  bangsa—kemenangan  yang  pernah  didapatkan,
                kekecewaan  yang  pernah  dirasakan, dan bahkan  tragedi  kehidupan
                bangsa  yang  sempat  diderita—dipahami  dalam  konteks  kekinian?
                Bagaimanakah angkatan muda  membuat perumusan baru  tentang
                “karakter  bangsa”  dalam  konteks  perubahan  zaman  yang  telah
                terjadi dan bahkan telah pula semakin cepat mengalir—sesuatu yang
                sekarang  masih  dianggap  “hangat”    dalam  beberapa  waktu  saja
                telah termasuk dalam kategori “sesuatu  yang  belum lama ini  baru
                saja muncul”.
                        Kehadiran  buku  ini  semakin  penting  juga  karena  bisa  juga
                memberi pelajaran sejarah tentang betapa berbagai corak ujian bisa
                juga  diatasi,  meskipun  ada  kalanya  dengan  bayaran  yang  teramat
                mahal.  Bukankah  berbagai  corak  tragedi  dalam  kehidupan  bangsa
                telah kita lalui? Memang kalau diingat-ingat dan direnungkan maka
                akan  tampaklah  betapa  kearifan  tidak  selamanya  mendampingi
                bangsa  dalam  mengatasi  permasalahan  yang  dihadapi  itu.  Mudah-
                mudahan dengan buku ini terasalah bahwa bahwa “kebenaran” tidak
                selamanya berhasil menyelesaikan ancaman pada dirinya dan bahkan
                tidak  pula  jarang  keberhasilan  yang  didapatkannya  harus  dibayar
                dengan  tertinggalnya  “rasa  dendam”  di  hati  sebagian  anak  bangsa.
                Bukankah    bangsa  harus  menyadari  juga  bahwa  adakalanya
                keberhasilan  hanyalah  perwujudan  lahir  sekadar    menutupi  tragedi
                yang telah terjadi.

                        Buku ini bukan saja mengingatkan pada kearifan yang diwarisi
                para pemikir bangsa tetapi juga sebagai pengantar ketika  pahit getir
                pengalaman  bangsa  dalam  mengayuh  sampan  menuju  pantai  yang
                dicita-citakan ingin direnungkan.  Semoga pemikiran baru yang sesuai



                                                                                  25
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40