Page 157 - Tere Liye - Bumi
P. 157

TereLiye “Bumi”   154




                         Tamus menghantamkan pukulan me­matikan terakhir ke arah Miss

                  Selena. Seperti ada hujan salju turun dari langit­langit aula. Seluruh
                  ruangan terasa dingin meng­gigit. Aku menjerit, tidak tahan melihatnya.
                  Tamus yang berdiri menginjak tubuh  Miss Selena mendongak melihat
                  kami, baru menyadari sesuatu. Melihat kami akan kabur,  dia meraung
                  marah, meloncat cepat.

                         Tubuhnya menghilang.


                         Dari dalam lubang, Ali mengayunkan  pemukul bola kastinya ke
                  depan. Entah apa yang dilakukan Ali, kenapa dia memukul udara
                  kosong?

                         Tamus itu persis berada di depan lubang hitam.


                         Apalah artinya pemukul bola kasti bagi sosok tinggi kurus itu.
                  Tetapi pukulan Ali persis menghantam wajah Tamus saat dia mun­cul di
                  depan kami, saat tangannya berusaha meraih ke dalam lubang. Pemukul
                  bola kasti patah. Meski tidak terluka sedikit pun, pukulan itu
                  mengagetkan        Tamus,      membuatnya         refleks     melangkah       mundur,
                  menciptakan satu detik yang sangat berarti. Lubang hitam dengan cepat
                  mengecil, lantas menghilang, menyisakan lengang.

                         Tamus       mengaum        lantang,      marah      sekali.     Dia    beringas
                  menghantamkan tangan ke dinding aula. Bunga salju tepercik ke mana­
                  mana menyusul dentuman­dentuman keras.


                         Kami sudah menghilang, tidak bisa dikejar.




























                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161   162