Page 174 - Tere Liye - Bumi
P. 174

TereLiye “Bumi”   171




                         ”Selamat datang di Kota Tishri!” Ilo berseru lan­tang.


                         Aku mendongak, mengangkat kepala menatap ke depan.


                         Aku menahan napas, mematung. Itu sungguh pemandangan yang
                  membingungkan.

                         Aku pernah diajak Papa dan Mama pergi ke restoran yang berada di
                  lantai paling atas gedung paling tinggi di kota, melihat seluruh kota. Tapi
                  malam ini, yang aku lihat jelas bukan kota kami. Tidak  ada hamparan
                  gedung­gedung tinggi, tidak ada pemandangan yang kukenal. Pun
                  bangunan yang kami naiki, ini bukan rumah, bukan apartemen seperti
                  kebanyakan. Bentuk­nya seperti balon besar dari beton, dengan tiang. Di
                  sekitar kami, ribuan bangunan serupa terlihat memenuhi seluruh lembah,
                  persis seperti melihat ribuan bulan sedang mengambang di udara. Itulah
                  pemandangan yang kami saksikan sekarang.


                         ”Kita di mana?” Seli bertanya, suaranya bergetar bingung.

                         ”Ini keren!” Ali berseru, suaranya juga bergetar antusias.


                         Ini bukan kota kami. Bahkan jelas sekali, tidak ada kota  di Bumi
                  yang seperti ini. Tidak ada jalan di bawah sana, apalagi kendaraan seperti
                  mobil dan motor. Hanya hamparan hutan—kalau itu memang hutan
                  seperti yang terlihat dari atas sini. Bulan purnama menggantung di langit,
                  terlihat lebih besar dibanding biasa­nya. Cahayanya lembut dan indah. Di
                  sisi barat kota ter­lihat gunung, bentuknya sama seperti gunung yang ada
                  di kota kami, juga pantai di sisi timur, itu sama. Tapi hanya dua hal itu
                  yang sama. Sisanya berbeda.


                         Beberapa tiang tinggi terlihat di kejauhan. Setiap tiang me­miliki
                  puluhan cabang, dengan ujung cabang lagi­lagi sebuah balon besar dari
                  beton, bersinar.

                         Ilo menjelaskan dengan bangga tentang kotanya. ”Kota ini paling
                  maju, paling cemerlang. Kota ini juga paling efisien meng­gunakan
                  sumber tenaga yang semakin terbatas. Terlepas dari masalah teknis kecil
                  yang sekarang sedang menimpa kalian, kami memiliki sistem transportasi
                  paling baik. Kalian lihat di ujung sana, itu menara Komite Kota.”








                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179